PanenTalks, Yogyakarta – Sebanyak 153 pelukis yang tergabung dalam komunitas Seniman Ngapak (SeNgapak) ambil bagian dalam pameran seni rupa bertajuk ‘Bang Kulon Nyabrang Wetan’ yang digelar di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada, berlangsung dari tanggal 10 hingga 19 Oktober 2025.
Pameran ini tidak hanya menjadi ajang unjuk karya, tapi juga wadah pertukaran ide, dialog lintas budaya, serta kerja sama kreatif lintas daerah.
Ketua panitia kegiatan, Drs. Rakhmat Supriyono, menjelaskan latar belakang terbentuknya komunitas SeNgapak. Ia menuturkan, inspirasi datang dari munculnya berbagai komunitas seni rupa di daerah lain, sehingga mendorong lahirnya SeNgapak sebagai wadah seniman dari wilayah Ngapak.
“Diketahui bahwa pendiri Asri (Akademi Seni Rupa Indonesia) itu Pak R. J. Katamsi adalah orang Banjarnegara. Berkat orang Banjarnegara Banyumas itu, lahirlah ribuan seniman dari Asri,” ujarnya.
Pameran ini menghadirkan karya-karya dari sejumlah nama besar di dunia seni rupa Tanah Air, termasuk Nasirun, Entang Wiharso, Ugo Untoro, serta pelukis asal Yogyakarta seperti Putu Sutawijaya dan Erica Hestu Wahyuni. Beragam aliran seni tampak hadir dalam pameran ini, mulai dari realisme, abstrak, hingga surealisme.
Aji Wartono, selaku Head of Program Experience GIK, menyambut positif kehadiran SeNgapak dan pameran tersebut. Ia menilai kegiatan ini selaras dengan visi GIK sebagai ruang kreatif yang terbuka bagi siapa saja.
“Kita kebetulan juga punya satu misi bahwa kita ini sebuah tempat yang inklusif, sebuah tempat yang kolaboratif. Adanya pameran SeNgapak ini sesuai dengan misi yang akan dicapai oleh GIK, yaitu sebagai tempat yang inklusif dan kolaboratif,” katanya.
Dari sudut pandang akademisi, Prof. Dr. Phil. H. Al Makin, M.A., guru besar dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, menggarisbawahi kekayaan gaya dalam pameran ini serta semangat kebersamaan yang tercermin di antara para seniman. “Guyub” menjadi kata yang ia gunakan untuk menggambarkan atmosfer yang terbangun dalam kegiatan tersebut.
“Pameran tersebut dipenuhi oleh berbagai aliran dan gaya lukisan, seperti realisme, abstrak, surealisme, dan lainnya,” ujarnya.
Sementara itu, kesan mendalam juga datang dari pengunjung. Syafiq, yang mengaku baru pertama kali mengunjungi pameran seni, merasa takjub dengan kedalaman makna yang terkandung dalam setiap karya.
“Sebagai pemula dan yang gak tahu tentang seni rupa ini merasa sangat keren, semuanya ada maknanya tersendiri. Tadinya saya tidak tahu maknanya apa, ternyata maknanya dalam sekali. Lukisan yang paling menarik perhatian buat saya adalah lukisan berjudul ‘Attending a Banquet in Pekanbaru’ karya Erica Hestu Wahyuni,” paparnya.
Kehadiran SeNgapak di ranah seni rupa Indonesia menunjukkan bahwa kekuatan artistik tidak hanya hadir dari pusat, tetapi juga dari pinggiran.
Komunitas ini menjadi jembatan antara akar budaya lokal dan ekspresi seni kontemporer, memperkaya khazanah seni rupa nasional dengan warna dan suara dari wilayah Ngapak. (*)

