PanenTalks, Yogyakarta – Yayasan Sekar Kawung mengadakan Pameran Ranggalawe di Pusat Desain Industri Nasional (PDIN), Yogyakarta. Pameran yang berlangsung mulai 18 hingga 27 Juli 2025 ini mengangkat tema Benang Merah Keberagaman Bio-Kultural Sandang Nusantara.
Pameran ini menampilkan hasil perjalanan kolaboratif Sekar Kawung bersama masyarakat di berbagai desa Nusantara. Ranggalawe berasal dari kata “Rangga” yang berarti merah dan “Lawe” yang berarti benang. Yang dimaknai sebagai “Simbol penghubung pengetahuan budaya yang dirajut melintasi ruang dan waktu.”
Pameran ini tidak hanya menyajikan arsip budaya dan keanekaragaman hayati, tetapi juga mempertemukan karya-karya reflektif dari seniman dan budayawan.
Pameran Ranggalawe menghadirkan beragam karya seperti visualisasi kain tenun dari kapas Bronesia. Sulam rante motif burung dalam Tenun Gedog Tuban. Hingga lukisan botani dari spesies tanaman pewarna alam yang menjadi bentuk refleksi terhadap isu pelestarian budaya dan ekosistem tekstil Indonesia.
Produser Pemeran Ranggalawe sekaligus Ketua Yayasan Sekar Kawung Chandra Kirana menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang terlibat. Baik kepada para pengrajin, kurator, produser, komunitas pendukung, karena telah menunjukkan kain bukan hanya produk, tetapi narasi.
“Kami terus berusaha mengkontekstualisasikan karya supaya bisa terintegrasi ke pasar. Dengan menenun saya bisa tahu, serat dari daun widuri sangatlah indah sekali, berkilau dan halus. Semakin mendalaminya saya explore dari Sumba sampai akhirnya ke Tuban belajar dan melihat, dari biji kapas sampai jadi batik,” ungkapnya.
Menurutnya, kerjasama antara Komunitas Sekar Kawung dengan penenun dari Kabupaten Tuban bisa terus berlanjut.
“Tuban kita kenal sebagai desa tenun di Indonesia. Semoga kita bisa terus berkolaborasi, belajar dan berinovasi. Sehingga tenun batik tak hilang oleh perkembangan zaman,” kata Chandra.

Tumbuhkan Ekosistem Kreatif
Sementara itu, Pemerintah Kota Yogyakarta mengapresiasi atas kehadiran Komunitas Sekar Kawung dalam Pameran Ranggalawe di PDIN. Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta, Kadri Renggono menyampaikan hal ini saat memberi sambutan.
“Pameran ini menjadi simbol harapan kami bahwa PDIN bukan hanya milik Yogyakarta, tetapi milik seluruh ekosistem kreatif Indonesia yang ingin tumbuh dengan semangat kolaboratif dan keberlanjutan,” jelas Kadri.
Ia berharap, pameran ini menjadi ruang perjumpaan lintas komunitas, pembelajaran bersama, serta pemantik lahirnya gagasan baru yang berpijak pada pengetahuan lokal. Selain itu, Pameran Ranggalawe hadir sebagai pengingat penting bahwa keberagaman adalah kekayaan.
Melalui benang-benang lokal, pewarna alami, teknik tenun tradisional, hingga filosofi hidup masyarakat, pameran ini menampilkan kekuatan identitas kultural Indonesia yang harus dijaga dan dikembangkan.
Pameran Ranggalawe di PDIN ini menunjukkan perannya sebagai ruang yang terbuka tidak hanya bagi desain modern, tetapi juga bagi ekspresi budaya yang hidup dan berpijak pada akar tradisi.
Pameran terbuka untuk umum mulai pukul 10.00 hingga 21.00 WIB setiap harinya. Bagi masyarakat yang ingin mengikuti tur kuratorial atau lokakarya, bisa melakukan pendaftaran melalui tautan di media sosial Pameran Ranggalawe. (*)