PanenTalks, Bantul – Pembangunan Jembatan Pandansimo yang membentang menghubungkan Kabupaten Bantul dan Kulon Progo kini menjadi simbol baru pertumbuhan ekonomi kawasan selatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan nilai investasi sebesar Rp863,7 miliar dari APBN, jembatan ini diyakini akan mempercepat pergerakan barang, jasa, serta mobilitas masyarakat yang selama ini terhambat oleh Sungai Progo.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), melakukan peninjauan langsung ke lokasi pembangunan bersama Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Turut hadir mendampingi, Bupati Bantul Abdul Halim Muslih dan jajaran Kementerian PUPR.
“Jembatan ini memiliki nilai strategis, berada di Bantul, DIY, dikerjakan sejak November 2023, dan tahun ini sudah siap, Insya Allah dan mudah-mudahan bisa segera diresmikan,” ujar Menteri AHY.
Jembatan Pandansimo sendiri memiliki panjang total 2.300 meter, dengan bentang utama sepanjang 675 meter dan lebar rata-rata 24 meter.
Proyek ini dibangun dalam waktu 579 hari kalender, mulai 17 November 2023 hingga 20 Juni 2025. Infrastruktur ini menghubungkan Desa Poncosari, Srandakan, Bantul dengan Desa Banaran, Galur, Kulon Progo.
Sebelum adanya jembatan ini, ruas Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) antara Congot–Ngremang dan Pandansimo–Samas masih terpisah oleh Sungai Progo. Kondisi ini membuat waktu tempuh mencapai 30 menit, serta menyebabkan tingginya biaya operasional kendaraan hingga Rp10,79 triliun per tahun.
Menurut studi kelayakan 2017, keberadaan jembatan ini dapat mengurangi biaya tersebut hingga 13,11% atau senilai Rp1,4 triliun per tahun. Selain itu, waktu perjalanan dipangkas hingga 20 menit, serta peningkatan efisiensi waktu kendaraan mencapai 31,44%. Peningkatan produksi di sektor pertanian dan perikanan juga diproyeksikan meningkat 18,6%, atau sekitar Rp7,7 miliar per tahun.
“Kita berharap dengan jembatan yang bukan hanya megah, tapi indah. Ini bisa meningkatkan konektivitas antarwilayah, mobilitas masyarakat, manusia, barang, dan jasa juga harusnya semakin efisien, mengurangi biaya mobilitas, biaya angkut, biaya produksi, waktunya berkurang,” kata AHY.
“Dengan demikian kita berharap ekonomi semakin tumbuh, dengan positif di wilayah ini, khususnya bagi masyarakat di Kabupaten Bantul dan sekitarnya,” tutur dia.
Lebih dari sekadar jalur konektivitas, jembatan ini membuka akses ke lahan pertanian seluas 2.164 hektar di Galur, dan mendukung distribusi hasil pertanian dan perikanan dari kawasan Srandakan. Infrastruktur ini pun diharapkan dapat menggerakkan berbagai sektor potensial, seperti logistik, pariwisata, dan pertanian di wilayah selatan DIY.
Sri Sultan HB X turut menekankan pentingnya nilai estetika dan fungsi ganda jembatan tersebut.
“Saya punya harapan bagaimana orang melihat jembatan itu tidak sekadar hanya jembatan biasa asal lewat bisa lewat. Tapi juga bisa menikmati sesuatu menurut selera mereka,” ujar Sri Sultan.
Menurut Sri Sultan, jembatan Pandansimo bisa menjadi akses langsung menuju kawasan wisata unggulan seperti Pantai Parangtritis, yang sebelumnya sulit dijangkau secara langsung dari wilayah barat.
“Ini kawasan laut, menjadi kawasan yang memang kita desain. Tidak cukup jembatan di Kretek karena itu masih jauh dari Parangtritis, dari pantai. Sehingga kalau orang datang ke Parangtritis itu kembali ke utara kira-kira 2 km baru kembali ke selatan lagi. Tapi kalau ini langsung bisa masuk kawasan pantai Parangtritis kan gitu,” jelas Sri Sultan.
Gubernur DIY itu juga mengungkapkan rencana kerja sama dengan pihak Bali untuk mengembangkan potensi wisata bahari, khususnya olahraga parasailing, yang dapat disesuaikan dengan kondisi angin pantai selatan.
“Di kawasan ini kami sudah mencoba koordinasi dengan teman-teman di Bali. Tapi kalau di sini paraceling ya, itu yang bagus itu bulan Juni sampai Desember. Tapi kalau di Bali itu Januari sampai Juni,” jelas Sri Sultan.
Dengan pola angin yang saling melengkapi antara DIY dan Bali, Sri Sultan berharap sektor wisata bahari dapat dikembangkan secara berkelanjutan dan saling mengisi.
“Harapannya orang-orang asing itu, karena arah angin berubah, tidak bisa mereka melakukan aktivitas di Bali. Paraceling di Bali pindah ke sini untuk melanjutkan dari Juni sampai akhir tahun. Semoga ini juga berkembang, tidak sekadar jembatan ini hanya untuk lewat aja,” tutup Sri Sultan. (*)

