PanenTalks, Jakarta – Dengan fokus utama pada perlindungan konsumen, pemerintah kini secara tegas mendesak produsen beras, khususnya beras premium, untuk mematuhi standar kualitas dan label yang tercantum. Kepala Badan Pangan Nasional (NFA), Arief Prasetyo Adi, menegaskan bahwa langkah ini krusial untuk memperbaiki sistem yang ada.
Arief menjelaskan, pemerintah telah memberikan tenggat waktu dua minggu bagi produsen beras untuk mengevaluasi dan memperbaiki praktik mereka. “Sekarang pemerintah mau menertibkan. Kalau beras kemasan 5 kilo, isinya jangan 4,8 kilo. Tidak boleh,” tegas Arief dalam wawancara di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Selasa (15/7).
Penertiban ini bukan tanpa dasar. Dua minggu lalu, Kementerian Pertanian, NFA, Satgas Pangan Polri, dan Kejaksaan menemukan lebih dari 200 merek beras premium yang tidak sesuai dengan standar.
“Penindakan ini untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen. Nanti silakan membuktikan temuan pemerintah ini, kan setiap perusahaan punya QC (Quality Control). Apalagi sudah diberi waktu 2 minggu untuk perbaikan,” tambah Arief, menekankan bahwa ini adalah upaya sistemik agar konsumen tidak lagi mendapatkan beras di bawah mutu label.
Pemerintah telah menetapkan persyaratan mutu dan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang harus diimplementasikan oleh para pelaku usaha. Salah satu indikator pembeda utama antara beras medium dan premium adalah persentase butir patah atau broken.
“Standar mutu beras sudah ada di Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023. Kemudian jenisnya apa saja dan HET juga. Kalau HET beras premium itu Rp 14.900 per kilo (Zona 1). Broken-nya maksimal 15 persen,” ungkap Arief. Ia juga menyoroti bahwa standar internasional bahkan lebih ketat, dengan batas maksimal 5 persen untuk beras premium.
Arief menjelaskan detailnya: “Salah satu perbedaan beras premium dan medium itu ada di broken, di pecahannya. Pencampuran yang biasa dilakukan, itu maksudnya kan ada beras kepala atau beras utuh. Lalu ada pula beras pecah. Nah karena beras premium maksimal broken-nya 15 persen, beras kepala dan beras pecah tadi dicampur, sampai maksimal 15 persen.”
Berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023, beras kepala adalah butir beras berukuran 0,8 hingga 1 butir beras utuh, sementara beras patah berukuran 0,2 hingga kurang dari 0,8 dari butir beras utuh.
Kelas mutu beras premium yang ditetapkan mencakup butir patah maksimal 15 persen, kadar air maksimal 14 persen, derajat sosoh minimal 95 persen, butir menir maksimal 0,5 persen, total butir beras lainnya (butir rusak, butir kapur, butir merah/hitam) maksimal 1 persen, serta nihilnya butir gabah dan benda asing.
“Apapun alasannya, kalau di packaging dilabeli beras premium, maksimal broken-nya harus 15 persen. Kadar airnya maksimal 14 persen, karena kalau konsumen dapat beras yang kadar airnya di atas 14 persen, itu nanti beras bisa cepat basi, karena berasnya terlalu basah,” tegas Arief.
Menanggapi isu beras oplosan di masyarakat, Arief menekankan pentingnya transparansi dan melarang praktik pencampuran beras yang menyesatkan konsumen. Ia secara khusus menyoroti bahaya mencampur beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang disubsidi negara dengan beras lain untuk dijual dengan harga lebih tinggi.
Misalnya, beras SPHP dengan harga Rp 12.500 per kilo (Zona 1), kemudian dicampur dengan beras lain dan dijual seharga Rp 14.900 per kilo.
“Praktik seperti ini tidak dibenarkan. Tidak boleh, karena merugikan masyarakat dan melanggar ketentuan yang berlaku. Ini karena ada subsidi dari negara,” tegas Arief, menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga integritas program pangan.
Pantauan Panel Harga Pangan NFA per 15 Juli 2025 menunjukkan bahwa rata-rata harga beras premium di beberapa zona masih berada di atas HET:
Zona 1: Rp 15.390 per kilogram (3,29% di atas HET Rp 14.900)
Zona 2: Rp 16.465 per kilogram (6,92% di atas HET)
Zona 3: Rp 18.177 per kilogram (15,04% di atas HET)
Angka-angka ini menunjukkan perlunya evaluasi lebih lanjut dan langkah konkret dari pemerintah untuk memastikan harga beras premium tetap terjangkau bagi masyarakat.
Pemerintah berharap dengan adanya penertiban ini, produsen beras akan lebih bertanggung jawab, dan masyarakat dapat menikmati beras berkualitas sesuai dengan yang dijanjikan. (*)