PanenTalks, Yogyakarta – Komitmen panjang Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta dalam merawat dan menata sungai-sungai perkotaan akhirnya mulai terwujud. Melalui program normalisasi besar-besaran, tiga sungai utama di Kota Gudeg – Kali Code, Kali Gajah Wong, dan Kali Winongo – mulai dibersihkan sebagai langkah awal menjadikannya destinasi wisata air dan ruang publik yang lebih layak.
Kegiatan normalisasi resmi dimulai pada Minggu, 24 Agustus 2025 di Bendungan Mergangsan. Dengan dukungan dua alat berat, proses pengerukan sedimen sungai dijalankan.
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, turut memimpin langsung kegiatan bersama puluhan petugas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan warga, dalam suasana gotong royong yang hangat.
“Alhamdulillah, apa yang dulu diinisiasi sejak 2012-2014 akhirnya bisa berjalan. Kita targetkan pembersihan ini selesai akhir September,” kata Hasto.
“Pemerintah kota menyiapkan akses, truk-truk dan tempat pembuangan material. Yang penting, saya tekankan, material tidak boleh dijual. Semua untuk kepentingan umum,” ujarnya lebih lanjut.
Dari Saluran Air ke Ruang Wisata
Pemkot menargetkan pengerukan sedimen sejauh 2 km di Kali Code, 500 meter di Kali Gajah Wong, dan hingga 1 km di Kali Winongo pada tahap awal. Setelah itu, program normalisasi akan menjadi agenda berkala setidaknya empat kali setahun.
Selain untuk mengurangi risiko banjir dan pendangkalan, Hasto menegaskan bahwa misi jangka panjang dari program ini adalah mengubah citra sungai.
“Harapan saya, sungai kita bersih sehingga warga bisa punya outlet baru untuk menikmati pemandangan, berlibur dan berwisata. Sungai bisa jadi daya tarik kota,” katanya.
Restorasi Ekosistem: Lebih dari Sekadar Keruk Sedimen
Dukungan terhadap program ini juga datang dari Balai Besar Wilayah Sungai. Menurut Subkoordinator Pengendalian Pelaksanaan Irigasi dan Rawa, Vicky Ariyanti ST M Sc Ph D, normalisasi bukan hanya menyangkut fisik sungai, tetapi juga pemulihan fungsinya sebagai ekosistem alami.
“Normalisasi berarti mengembalikan fungsi alaminya. Dengan pengerukan ini, aliran banjir bisa lebih lancar, genangan berkurang, dan fungsi sungai kembali sebagaimana mestinya,” kata Vicky.
Dia juga menekankan pentingnya kolaborasi antarinstansi dalam jangka panjang. Bahkan, Vicky menyebut adanya kemungkinan pembentukan lembaga khusus pengelola sungai di masa depan.
“Harapannya, ada visi bersama menjadikan sungai perkotaan Yogyakarta sebagai bagian dari taman kota dan ruang terbuka hijau yang membanggakan,” ujarnya.
Langkah Pemkot ini juga mendapat tanggapan positif dari akademisi sekaligus aktivis sungai, Prof Dr Ing Ir Agus Maryono dari Sekolah Vokasi UGM. Ia menyebut normalisasi ini sebagai titik awal menuju tata kelola sungai yang lebih menyeluruh.
“Normalisasi ini harus dilihat sebagai pintu masuk. Idealnya, ada lima aspek restorasi sungai meliputi hidrologi, kualitas air, kuantitas air, morfologi dan sosial budaya. Tapi kalau sekarang baru bisa mengurangi sedimen dan sampah dulu, itu sudah bagus,” kata Agus.
Tak hanya itu, Agus menilai penguatan komunitas warga yang peduli sungai penting untuk mengawal keberlanjutan program ini. Menurutnya, pendekatan sosial budaya tidak kalah penting dibanding pendekatan teknis.
“Kalau komunitas sungai dihidupkan lagi, edukasi berjalan, sampah berkurang dan masyarakat punya rasa memiliki. Sungai tidak hanya bersih, tapi juga terjaga,” ujar Agus.
Agus juga melihat peluang besar dari program ini untuk mendorong potensi wisata air ramah lingkungan di tengah kota Yogyakarta. Ia menyebut bahwa beberapa titik bahkan sudah mulai dilirik oleh komunitas-komunitas kreatif.
“Di Kali Gajah Wong sudah ada kegiatan, di Kaligawe bahkan sudah ada surfing. Di Jogja ada delapan sampai sembilan titik yang potensial. Tinggal dipoles sedikit, sudah bisa jadi destinasi wisata yang menarik di tengah kota,” mkata dia enegaskan. (*)