PanenTalks, Denpasar – Kebijakan penutupan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPA) Regional Suwung untuk sampah organik per 1 Agustus 2025 menjadi sorotan utama.
Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) menegaskan bahwa TPA Suwung kini hanya menerima sampah anorganik dan residu.
Kebijakan ini diberlakukan sebagai implementasi dari Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No. 921 Tahun 2025 yang mewajibkan penghentian metode open dumping.
Membantah Hoaks, Menegaskan Aturan
Menanggapi video viral yang menyebut TPA Suwung dibuka kembali untuk sampah organik, Kepala DKLH Bali, Made Rentin, membantah keras informasi tersebut.
“Tidak benar bahwa TPA Suwung dibuka kembali untuk sampah organik. TPA Suwung memang tutup, tapi hanya untuk jenis sampah organik. Sampah anorganik dan residu tetap bisa masuk sesuai ketentuan,” tegas Rentin.
Menurutnya, penutupan ini merupakan tindak lanjut dari Surat Gubernur Bali yang menyatakan bahwa sampah organik wajib dikelola langsung dari sumbernya, baik di rumah tangga maupun di tingkat desa.
Rentin mengakui adanya miskomunikasi di lapangan, di mana beberapa truk masih membawa sampah campuran sehingga menyebabkan antrean.
Sebagai langkah awal, DKLH memberikan toleransi bagi truk yang memuat maksimal 70% sampah untuk tetap masuk, namun semua pihak telah sepakat untuk mematuhi aturan ini sepenuhnya ke depannya.
Sanksi Pidana Mengintai Pejabat dan Pentingnya Kesadaran Masyarakat
Koordinator Pokja PSP PSBS, Dr. Luh Riniti Rahayu, turut angkat bicara. Ia menekankan bahwa Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup tersebut wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam waktu 180 hari.
Jika tidak, ancaman pidana menanti. “Kan sangat tidak bijak gara-gara pemerintah tidak menjalankan SK menteri itu dan memberikan kemudahan membuang sampah lalu pejabat DKLH menjadi tersangka,” ujarnya.
Luh Riniti berharap kebijakan ini bisa menjadi momentum bagi masyarakat Bali untuk sadar akan pentingnya pengelolaan sampah. Ia menyoroti Peraturan Gubernur Bali No. 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber yang sudah berlaku selama enam tahun, namun belum sepenuhnya dipatuhi.
“Jika tidak sekarang sampai kapan lagi kita memberikan waktu untuk masyarakat Bali agar siap mengelola sampahnya sendiri,” pungkasnya.
Dengan berlakunya aturan baru ini, Pemprov Bali mengimbau seluruh kepala desa, lurah, dan bendesa adat untuk gencar menyosialisasikan kebijakan ini kepada warganya.
Langkah ini diharapkan dapat mendukung komitmen bersama untuk mewujudkan lingkungan Bali yang bersih, sehat, dan lestari. (*)