PanenTalks, Semarang – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kemiskinan Jawa Tengah turun 9,48 persen menjadi 3,37 juta orang, pada Maret 2025.
Berdasarkan rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng Jumat, 25 Juli 2025, persentase penduduk miskin pada Maret 2025 sebesar 9,48 persen. Capaian ini mengalami penurunan 0,10 persen poin dari September 2024 mencapai 9,58 persen.
Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen (Gus Yasin) menyatakan, penurunan tersebut merupakan hasil dari intervensi menyeluruh di berbagai bidang. Mulai pendidikan, kesehatan, hingga bantuan rumah tidak layak huni (RTLH).
“Kemiskinan itu kan indikatornya banyak. Dari indikator-indikator yang ada itu, sudah kita kerjakan semuanya,” kata Taj Yasin di kantornya, Jumat 25 Juli 2025.
Sedangkan jumlah penduduk miskin pada Maret 2025 sebanyak 3,37 juta orang, turun 29,65 ribu orang dari September 2024.
Persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2024 sebesar 9,71 persen, turun menjadi 9,10 persen pada Maret 2025. Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2024 sebesar 11,34 persen, turun menjadi 9,92 persen pada Maret 2025.
Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada Maret 2024 sebanyak 1,84 juta orang, turun sebanyak 88,79 ribu orang menjadi 1,75 juta orang pada Maret 2025.
Sementara itu, penduduk miskin di perdesaan pada Maret 2024 sebanyak 1,87 juta orang menjadi 1,62 juta orang pada Maret 2025.
Namun ia menegaskan penurunan ini belum cukup, masih butuh penguatan kolaborasi lintas sektor. “Penurunan ini menurut kami masih perlu dimasifkan lagi,” tegas Taj Yasin.
Ia menekankan, pentingnya pembenahan sistem data sebagai fondasi pengentasan kemiskinan lebih tepat sasaran.
“Salah satunya sesuai dengan arahan dari Menteri Sosial yang menyebut ada perubahan dari DTKS menjadi DT-SEN atau Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional. Nah, perubahan-perubahan ini harus kita kawal,” jelasnya.
Di sisi lain, upaya pengentasan kemiskinan dengan mengajak organisasi masyarakat, perguruan tinggi, maupun elemen lainnya. Hal ini untuk terlibat aktif dalam percepatan pembangunan daerah, sehingga dampaknya memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Taj Yasin menekankan pentingnya kerja sama lintas dinas dalam menangani kemiskinan. Ia mengingatkan, tidak cukup satu dinas saja bergerak karena kemiskinan melibatkan banyak faktor. Seperti kesehatan, pendidikan, dan kondisi tempat tinggal.
“Ketika kita sudah menemukan satu keluarga, harus dilihat keluarganya sakit atau tidak, kondisinya bagaimana, anaknya bagaimana, sekolahnya bagaimana. Kalau belum ada (intervensi), maka ego sektoral ini yang harus kita hilangkan, kita tanggalkan,” ujarnya.
Ia pun mendorong agar semua dinas ikut bertanggung jawab terhadap seluruh indikator kemiskinan, bukan hanya sesuai tupoksi.
“Maka indikator-indikator kemiskinan ini harus kita titipkan di setiap Organsiasi Perangkat Daerah (OPD). Sehingga ketika ada penemuan di satu indikator, mereka juga harus mendatangi indikator yang lain,” tegasnya. (*)