PanenTalks, Jakarta – Peneliti Pusat Riset Tanaman Perkebunan, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nana Heryana mengatakan, peranan riset dan inovasi upaya meningkatkan produksi kopi unggul.
Mengutip brin.go.id, di Indonesia ada empat jenis kopi utama budidaya yakni Arabika, Robusta, Liberika, dan Ekselsa.
“Dua cara dalam memperbanyak tanaman kopi, yaitu secara generatif dan vegetatif,” ungkap Nana dalam webinar EstCrops_Corner #15 yang mengangkat tema “Mengoptimalkan Perkebunan Kakao, Kopi, dan Pinang di Lahan Suboptimal untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional”.
Dia melanjutkan, perbanyakan generatif menggunakan benih atau biji sedangkan perbanyakan vegetatif menggunakan bagian tanaman. Perbanyakan kopi robusta umumnya secara vegetatif dengan klon sebagai bahan tanaman. Sebaliknya, kopi arabika menggunakan benih dan menggunakan varietas tertentu.
Selanjutnya adalah pemindahan bibit setelah berumur enam bulan di pembibitan. Dalam tahapan pembibitan, pemupukan dengan dosis bertahap berdasarkan umur bibit.
Berikutnya adalah pengaturan jarak tanam. Untuk kopi Arabika, jarak tanam bervariasi: Katai 2,0 x 1,5 m, Agak katai Sigararutang 2,5 x 2,0 m, dan Jangkung (S795, Gayo 1, Gayo 2) 2,5 x 2,5 m atau 3,0 x 2,0 m. Penanam Kopi Robusta dengan jarak 2,5 x 2,5 m atau 3,0 x 2,0 m, kopi Liberika 3,0 x 3,0 m atau 4,0 x 2,5 m, dan kopi Ekselsa 3,0 x 3,0 m atau 2,5 x 4,0 m.
Teknik pemupukan bertujuan menjaga ketahanan tanaman, meningkatkan produksi dan mutu hasil serta menjaga agar produksi tetap stabil. Caranya dengan membuat lubang di sekeliling pohon, memasukkan pupuk sesuai dosis, dan menutupnya dengan tanah.
Selain itu, keberadaan tanaman pelindung penting juga untuk mengatur pembungaan kopi. Pohon lamtoro sebagai pelindung, perbandingan dengan kopi adalah 1:2. Saat kopi dewasa menjadi 1:4. Tinggi percabangan pohon pelindung.
Sedangkan pemangkasan tanaman memiliki tujuan memperoleh cabang buah baru, memperlancar peredaran udara dan cahaya, serta menghilangkan cabang tua atau terserang penyakit.
Pemangkasan Kopi Arabika pada ketinggian 1,5-1,8 m dan Robusta pada 1,8-2,5 m. Pemangkasan primer pada ketinggian 60-80 cm dari tanah. Sementara itu, pemangkasan produksi untuk membuang tunas air, cabang tidak produktif, cabang tua dan cabang terserang hama/penyakit.
Nana menyampaikan cara mengatasi berbagai permasalahan hama dan penyakit kerap menyerang tanaman kopi. Mulai dari pemetikan buah terserang, pemangkasan, penggunaan pestisida dan fungisida. Selain itu, hingga rotasi tanaman serta pemanfaatan varietas tahan terhadap serangan organisme pengganggu tersebut.
Masa panen berdasarkan masa pembungaan tanaman kopi tidak berlangsung serentak. Untuk jenis kopi Robusta, panen dapat berlangsung dalam waktu 8–11 bulan setelah pembungaan, sementara Arabika memerlukan waktu 6–8 bulan.
Ketepatan waktu panen menjadi hal krusial karena kualitas hasil berasal dari tingkat kematangan buah dengan warna merah terang.
Setelah proses panen, mengolah kopi melalui dua metode utama, yaitu secara kering atau basah. Pada pengolahan kering, penjemuran buah kopi langsung di bawah sinar matahari, baik dalam kondisi utuh maupun setelah kupas kulit. Sedangkan pada pengolahan basah, fermentasi terlebih dahulu baik secara basah maupun kering. Hal ini untuk menghilangkan lendir sebelum biji kering dan melepaska kulit tanduknya.
“Produk akhir dari kedua metode ini harus memenuhi standar mutu, seperti kadar air maksimum dan kebersihan biji dari kotoran atau serangga hidup,” pungkasnya.