PanenTalks, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mengakselerasi reformasi layanan perizinan dan sertifikasi guna mendorong kemudahan berusaha bagi pelaku usaha kelautan dan perikanan.
Langkah strategis ini diwujudkan melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, yang sekaligus menjadi respons atas arahan Presiden untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif di sektor kelautan dan perikanan.
Kepala Biro Hukum Sekretariat Jenderal KKP, Mahfudiyah, dalam Talkshow Bincang Bahari di Jakarta, Rabu (16/7/2025), menegaskan bahwa PP 28/2025 menjadi landasan dalam penerbitan perizinan berusaha dengan pendekatan berbasis risiko. “PP ini tidak hanya menyederhanakan regulasi, tetapi juga mempertegas kepastian hukum dan efisiensi pelayanan publik,” ujarnya.
Direktur Prasarana dan Sarana Ditjen Perikanan Budidaya, Ujang Komarudin, pada kesempatan yang sama menekankan bahwa percepatan layanan telah terealisasi melalui platform Online Single Submission Risk-Based Approach (OSS-RBA). Reformasi ini membawa dampak signifikan pada subsektor budidaya, pengolahan, pemasaran, serta jasa pascapanen.
“Pengajuan Sertifikat Standar untuk pelaku budidaya kini hanya membutuhkan waktu 3 hari kerja. Bahkan, usaha mikro dan kecil cukup melampirkan rencana usaha dan mengikuti cara budidaya ikan yang baik,” jelas Ujang.
Dalam upaya menjamin mutu produk perikanan, Kepala Pusat Mutu Pascapanen, Widya Rusyanto, menjelaskan bahwa sistem sertifikasi pascapanen seperti Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) dan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) kini telah terdigitalisasi melalui sistem Honest dan SKP Online.
Transformasi besar ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk meningkatkan investasi dan daya saing produk kelautan dan perikanan Indonesia di pasar global. Hingga semester I 2025, tercatat 1.516 sertifikat HACCP telah diterbitkan untuk Unit Pengolahan Ikan (UPI).
“Kami mengubah alur sertifikasi menjadi lebih cepat tanpa mengurangi aspek ketatnya pengawasan mutu. Ini penting karena jaminan mutu adalah kunci untuk ekspor,” kata Widya.
Kemudahan perizinan ini juga diimbangi dengan pengawasan yang tegas. Direktur Penanganan Pelanggaran Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Teuku Elvitrasyah, menegaskan bahwa KKP menerapkan pengawasan berbasis data dan pendekatan risiko untuk memastikan pelaku usaha tetap taat aturan. “Penegakan hukum tetap dilakukan terhadap pelanggaran berat,” tegasnya.
Sementara itu, dari aspek pemberdayaan usaha, Direktur Pemberdayaan Usaha Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Catur Sarwanto, menyampaikan fokus pihaknya pada fasilitasi dan pendampingan pelaku usaha, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
“Kami hadir dalam bentuk gerai layanan, klinik usaha, dan bimbingan teknis agar pelaku usaha tidak hanya legal, tapi juga naik kelas secara kapasitas,” ujar Catur.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, sebelumnya menyatakan bahwa kemudahan perizinan akan meningkatkan produktivitas kegiatan kelautan dan perikanan dari hulu hingga hilir. Kemudahan ini tetap diiringi dengan komitmen perlindungan terhadap lingkungan demi memastikan usaha yang dijalankan berkelanjutan dan tidak menimbulkan persoalan sosial.(*)