Jumat, Oktober 17, 2025

Pesantren Harus Jadi Sentra Agribisnis Nasional

Share

PanenTalsk, Bandung – Pesantren tidak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan keagamaan, tetapi juga memiliki potensi besar sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan ketahanan pangan desa. Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono saat mengunjungi Koperasi Pondok Pesantren Al Ittifaq di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat,Rabu (8/10). Dalam kunjungan tersebut, Wamentan menekankan bahwa pesantren bisa menjadi penggerak utama dalam ekosistem agribisnis yang terintegrasi, mulai dari produksi, pembinaan petani, hingga pengelolaan rantai pasok.

“Pesantren seperti Al Ittifaq ini adalah contoh konkret bagaimana lembaga keagamaan bisa menjadi agregator pertanian. Dari lahan 14 hektare milik pesantren dan lebih dari 400 hektare lahan masyarakat binaan, mereka mampu membangun sistem produksi yang terintegrasi dan efisien,” ujarnya.

Wamentan, yang akrab disapa Mas Dar, mengapresiasi penerapan metode hortikultura modern di Al Ittifaq. Salah satunya adalah sistem tumpang sari empat varietas dalam satu bedengan, hasil adaptasi dari berbagai negara.

“Ilmu yang dipelajari dari luar negeri tidak bisa ditiru mentah-mentah. Harus disesuaikan dengan kondisi kita. Karena itu saya ingin ada pelatihan yang bisa memperbanyak model keberhasilan seperti Al Ittifaq di seluruh Indonesia,” jelasnya.

Sebagai tindak lanjut, ia menugaskan Direktorat Jenderal Hortikultura untuk membentuk lembaga pelatihan khusus bagi anak-anak muda dari daerah yang memiliki agroklimat serupa, seperti Wonosobo, Temanggung, Malang, dan Pasuruan.

Sudaryono juga menyoroti keberhasilan koperasi pesantren dalam membantu petani meningkatkan mutu hasil pertanian, melakukan standardisasi produk, serta memperluas akses pasar.

“Ini satu integrasi yang baik, bagaimana koperasi pesantren itu menggalang dan membina banyak petani. Dari mulai quality control-nya dengan standar-standarnya ditentukan di situ. Sehingga petani itu bisa sortir yang mana ke pasar biasa, yang mana ke supermarket, dan seterusnya. Sehingga ada nilai tambah di situ,” ujarnya.

Model kemandirian pertanian berbasis pesantren juga dianggap sejalan dengan program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurut Mas Dar, MBG tidak hanya bertujuan memenuhi gizi anak sekolah, tapi juga menjadi penggerak ekonomi lokal berbasis pertanian. “MBG ini harus memutar uang di desa. Sayur, ayam, telur, bumbu, nasi, semuanya dari desa untuk desa. Bukan membuat yang kaya makin kaya, tapi membuat masyarakat kecil makin sejahtera,” tegasnya.

Dengan jejaring luas dan kepercayaan di tengah masyarakat, pesantren dinilai sebagai mitra strategis dalam mendorong ketahanan pangan nasional. Melalui program pelatihan, pendampingan, dan kemitraan pasar, Kementerian Pertanian berharap model agribisnis pesantren seperti Al Ittifaq bisa direplikasi di berbagai daerah di Indonesia.

Read more

Local News