PanenTalks, Tabanan – Gemuruh gamelan memenuhi udara di Desa Jatiluwih Kecamatan Penebel Tabanan menandai dibukanya Jatiluwih Festival ke-VI tahun 2025 pada Sabtu 19 Juli 2025.
Di bawah naungan pegunungan yang megah dan terasering sawah yang memukau, Festival Jatiluwih 2025 menjadi bukti nyata komitmen Bali dalam melestarikan budaya dan lingkungan, sekaligus menyambut wisatawan.
Festival Jatiluwih bukan sekadar pameran seni atau hiburan semata; ia adalah jendela budaya yang terbuka bagi dunia. Bupati Tabanan, Dr. I Komang Gede Sanjaya, bersama sang istri, Rai Wahyuni Sanjaya, memimpin acara pembukaan yang sarat makna.
“Festival ini adalah bentuk nyata promosi potensi lokal yang mengangkat tradisi, budaya, dan kuliner khas Desa Jatiluwih,” tegas Bupati Sanjaya, menyoroti bagaimana setiap elemen acara terjalin dengan filosofi Tri Hita Karana, menjaga keselarasan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Tema festival tahun ini, “Growth with Nature” atau “Tumbuh Bersama Alam”, merangkum semangat tersebut dengan sempurna.
Jatiluwih, yang namanya telah mendunia, tak henti-hentinya memukau. Dengan sistem irigasi tradisional Subak yang diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia sejak 2012, desa ini terus membuktikan diri sebagai destinasi unggulan.
Penghargaan Best Tourism Village dari UNWTO, sertifikat desa wisata berkelanjutan dari Kemenparekraf RI, dan penghargaan desa wisata digital friendly dari ajang Dewiku di penghujung 2024 menjadi bukti nyata pengakuan global atas keunikan dan komitmennya.
“Hari ini kita tidak hanya meresmikan sebuah festival, kita sedang menyampaikan kepada seluruh dunia bahwa desa kecil yang ada di lereng Gunung Batukaru ini punya cerita besar yang ingin dibagikan,” ungkapnya dengan bangga.
Ia menekankan bahwa budaya di Jatiluwih bukan hanya warisan yang harus dijaga, melainkan juga sumber energi yang tak terbatas untuk masa depan.
Festival ini menjadi panggung bagi beragam ekspresi budaya yang memukau. Tarian maskot Jatiluwih yang baru saja diperkenalkan melambangkan regenerasi budaya yang dinamis.
Para pengunjung diajak menyelami kearifan lokal melalui demonstrasi Tebuk Lesung yang sarat makna, parade gebogan yang memukau mata, hingga pertunjukan memasak tradisional “Tum Bungkil Gedebong” yang menggugah selera.
Tak ketinggalan, atraksi nyuwun padi, Metekap (membajak sawah), dan Ngejuk Lindung (menangkap belut) memberikan gambaran otentik tentang kehidupan pertanian yang menjadi denyut nadi Jatiluwih.
Dengan animo masyarakat dan dukungan dari berbagai pihak, termasuk perwakilan Menteri Pariwisata RI dan Utusan Khusus Presiden, Festival Jatiluwih ke-VI menjadi bukti nyata bahwa pariwisata berbasis budaya dan pertanian memiliki potensi tak terbatas.
Bupati Sanjaya menaruh harapan besar agar ke depannya, Jatiluwih dapat menjadi tuan rumah event pariwisata bertaraf internasional, menarik lebih banyak lagi wisatawan asing untuk merasakan langsung keajaiban desa ini.
Festival ini adalah undangan untuk merasakan, belajar, dan tumbuh bersama alam dan budaya yang hidup di Jatiluwih. Ini adalah kesempatan untuk melihat bagaimana sebuah desa kecil di lereng gunung dapat membagikan warisan, nilai, dan semangatnya kepada seluruh dunia. (*)