PanenTalks, Jakarta – Petani ubi kayu di Lampung menghadapi krisis harga yang telah berlangsung hampir setahun menyusul anjloknya harga jual ubi kayu anjlok hingga Rp600-700 per kg, jauh di bawah biaya produksi petani yang mencapai Rp740 per kg.
Kondisi ini menyebabkan kerugian besar bagi ribuan petani yang tersebar di tujuh kabupaten dengan total lahan hampir 500 ribu hektare.
Permasalahan kompleks ini tidak hanya memukul petani, tetapi juga industri hulu, yaitu pabrik tepung tapioka. Kerugian beruntun ini diduga berawal dari industri hilir yang lebih memilih tepung tapioka impor.
Namun, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bea Cukai menunjukkan bahwa lonjakan impor pada tahun 2024 hanya menyumbang 22% dari total kebutuhan, sehingga industri hilir bukan satu-satunya penyebab utama masalah.
Menanggapi krisis yang berkepanjangan, Pemerintah Pusat segera merespons dengan mengadakan Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) pada 17 September 2025 di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Rakornis ini dihadiri perwakilan dari berbagai kementerian, pemerintah daerah Lampung, asosiasi petani, serta pelaku industri hulu dan hilir.
Melansir ekon.g.id, pertemuan menghasilkan sejumlah kesepakatan strategis untuk mengatasi masalah ini:
Pembatasan Impor: Impor tepung tapioka akan diperketat dengan penerapan Larangan/Pembatasan (Lartas). Importasi hanya diizinkan bagi Produsen (API-P) dengan Persetujuan Impor (PI) dan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian, serta menggunakan skema Neraca Komoditas (NK).
Penerapan Bea Masuk: Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau Safeguards akan diberlakukan untuk mengendalikan importasi. Mekanisme BMTP Sementara akan diterapkan terlebih dahulu untuk mempercepat implementasi.
Penetapan Harga: Untuk menjaga stabilitas harga, pemerintah akan menetapkan harga acuan untuk ubi kayu dan tepung tapioka melalui Keputusan Menteri.
Standardisasi Timbangan: Standardisasi alat ukur dan pengukuran kadar pati akan diatur oleh Kementerian Perdagangan untuk menjamin kepastian bagi petani dan industri.
Menindaklanjuti hasil Rakornis, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, melakukan pertemuan dengan Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, beserta perwakilan petani.
Airlangga menegaskan komitmen pemerintah untuk membantu petani dan menjaga industri ubi kayu sebagai pilar ekonomi Lampung.
Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal menyambut baik keputusan ini. Ia berharap langkah-langkah yang disepakati dapat menjadi solusi nyata dan permanen bagi petani ubi kayu yang telah lama menderita akibat anjloknya harga.
Keputusan ini diharapkan dapat memulihkan perekonomian Lampung yang sangat bergantung pada komoditas ini. (*)