Rabu, Juli 23, 2025

Prabowo Beri Lahan Konservasi Gajah, Ini Respons Pakar UGM

Share

PanenTalks, Yogyakarta – Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto mengambil langkah strategis dalam upaya perlindungan satwa liar dengan menyerahkan lahan seluas 90.000 hektare di Provinsi Aceh sebagai kawasan konservasi gajah Sumatera.

Keputusan ini sebagai sinyal positif dalam menyelamatkan spesies gajah yang saat ini berada di ambang kepunahan.

Menanggapi inisiatif tersebut, Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM), R. Wisnu Nurcahyo, memberikan apresiasi atas skala upaya tersebut. Menurutnya, langkah Presiden menyediakan lahan hingga 90.000 hektare itu sudah layak mendapat apresiasi.

Langkah Luar Biasa Presiden

“Bahkan alokasi 20.000 hektare saja sudah merupakan langkah yang luar biasa dalam konservasi. Persoalannya keberhasilan konservasi tidak hanya bergantung pada luas lahan, tetapi juga pada legalitas dan kesesuaian ekologis,” ujar Wisnu, Selasa, 22 Juli 2025.

“Kalau ingin membuat seperti taman nasional akan lebih bagus. Tapi tantangan terbesar memang status lahan yang sering tumpang tindih dengan kebun sawit, tambang, dan permukiman masyarakat,” kata dia lagi.

Wisnu mengingatkan bahwa keberadaan pakan dan sumber air alami sangat krusial bagi kelangsungan hidup gajah. Oleh sebab itu, areal konservasi sebaiknya berada di habitat asli yang belum banyak mendapat gangguan aktivitas manusia.

“Konservasi yang ideal harus sesuai dengan habitat asli gajah yang masih menyediakan pakan dan air alami. Jadi bukan di areal bekas perkebunan atau dekat pemukiman,” jelasnya.

Lebih jauh, ia menekankan pentingnya peran serta masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan lainnya.

Menurutnya, keberhasilan implementasi konservasi sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah, LSM, organisasi konservasi, serta sektor swasta.

“Pemerintah sudah punya Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah, tinggal implementasinya. Itu butuh kolaborasi dan pendanaan dari pemerintah, CSR perusahaan, hingga lembaga donor internasional,” kata Wisnu.

Tantangan di Lapangan

Ia juga menyoroti tantangan nyata di lapangan, termasuk minimnya anggaran untuk patroli serta penanganan medis bagi gajah.

Kondisi ini berdampak serius, di antaranya banyak anak gajah yang mati karena virus EEHV dan gajah dewasa yang masih menjadi sasaran perburuan dan jerat liar.

“Anggaran untuk patroli dan perawatan medis sangat minim. Padahal ini krusial untuk menyelamatkan populasi yang tersisa,” ujarnya.

Sebagai penutup, Wisnu mengajak seluruh pihak untuk menjadikan konservasi gajah sebagai agenda bersama. Ia menyatakan kesiapan UGM untuk turut serta dalam upaya ini melalui kegiatan riset, pendidikan, dan kerja lapangan.

“Dengan langkah berani, kolaborasi nyata, dan dukungan ilmu pengetahuan, konservasi gajah bukan hanya mungkin, tapi perlu menjadi komitmen bersama demi masa depan yang lebih lestari,” kata Wisnu. (*)

Read more

Local News