Sabtu, September 27, 2025

Produsen Kain Endek Didorong Terapkan Konsep Tanpa Limbah

Share

PanenaTalks, Klungkung – Para produsen kain endek di Kabupaten Klungkung, Bali, didorong untuk mengimplementasikan konsep zero waste atau tanpa limbah sebagai bagian dari transisi menuju ekonomi sirkular.

Dorongan ini datang dari tim pengabdian masyarakat Universitas Warmadewa (Unwar) dalam upaya mengembangkan industri kain yang lebih berkelanjutan.Ketua Tim Pengabdian Unwar, Dr. Made Setini, menjelaskan bahwa fokus industri saat ini adalah ekonomi hijau (green economy).

Menurutnya, penerapan ekonomi sirkular adalah langkah krusial untuk memastikan industri kain endek tetap relevan dan berdaya saing.”Dengan mengadopsi prinsip zero waste, kita tidak hanya mengurangi limbah, tetapi juga menciptakan nilai tambah bagi produk lokal,” ujar Setini di Klungkung pada Kamis (14/8/2025).

“Ini penting untuk memastikan bahwa industri kain endek dapat bertahan dan berkembang di era yang semakin peduli terhadap lingkungan.

Akademisi Unwar, Dr. I Nengah Muliarta, S.Si., M.Si., menambahkan bahwa pengembangan industri kain endek yang berkelanjutan juga akan mendukung pariwisata Bali.

“Optimalisasi penggunaan bahan baku dan pengurangan limbah akan menjadikan kain endek sebagai daya tarik bagi wisatawan yang mencari pengalaman otentik dan ramah lingkungan.”Industri kain endek yang berkelanjutan dapat menjadi daya tarik tersendiri,” ungkap Muliarta.

Ini akan memperkuat posisi Bali sebagai destinasi wisata yang peduli terhadap Keberlanjutan

Muliarta juga menekankan pentingnya kolaborasi antara produsen dan akademisi untuk membantu produsen mengadopsi praktik ramah lingkungan. “Dukungan dan teknologi diperlukan untuk membantu produsen,” tambahnya.

“Dengan inovasi yang tepat, sisa bahan dapat diubah menjadi produk baru yang bernilai.”Tantangan Penerapan Konsep Zero WasteMeskipun demikian, penerapan konsep zero waste ini menghadapi tantangan.

Pemilik usaha Tenun Ikat Sri Widhi, I Wayan Widyantara, mengungkapkan bahwa pengelolaan limbah menjadi salah satu kendala utama. Selain itu, penggunaan pewarna alami belum dioptimalkan.

“Kita belum banyak buat karena permintaan juga sangat jarang, sehingga kita jarang juga produksi yang menggunakan warna alam,” sambungnya.

Ia menjelaskan, produksi menggunakan pewarna alami membutuhkan proses yang panjang, termasuk pencelupan berulang yang berisiko membuat benang mudah putus saat ditenun. (*)

Read more

Local News