PanenTalks, Yogyakarta – Muhammad Wahyudi, S.P., M.Sc., resmi menyandang gelar doktor setelah menjalani Ujian Terbuka Promosi Doktor di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin, 28 Juli 2025.
Dalam sidang terbuka di Auditorium Gedung A Fakultas Kehutanan, Wahyudi memaparkan disertasi berjudul “Changes in the Ecological System of Coastal Areas of Bantul and Kulon Progo Regencies“. Atau “Dinamika Sistem Ekologi dari Interpretasi Sistem Sosial dan Sistem Kebijakan Pembangunan di Kawasan Pesisir Kabupaten Bantul dan Kulon Progo”.
Hadir di ujian terbuka ini di antaranya Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Bantul Fenti Yusdayati. Hadir pula Staf Ahli Bupati Bidang Ekonomi Pembangunan Sutarman, dan Wakil Wali Kota Palangkaraya Ahmad Zaini.
Perubahan Ekosistem Pesisir
Dalam pemaparannya, Wahyudi mengungkapkan perubahan drastis pada ekosistem pesisir menjadi latar belakang utama penelitiannya. Ia menyebutkan vegetasi alami seperti pes-caprae dan gumuk pasir kini telah berubah fungsi. Ada yang menjadi kawasan hutan cemara udang, mangrove, lahan pertanian, objek wisata, hingga area permukiman dan infrastruktur.
Selain itu, Wahyudi menekankan pentingnya memperhatikan risiko lingkungan seperti abrasi dan potensi bencana tsunami akibat gempa megathrust di selatan Pulau Jawa.
Penelitian ini juga mendapat relevansi tinggi karena berkaitan langsung dengan berbagai kebijakan strategis seperti Perda No. 9 Tahun 2018, Kepmen KP No. 17 Tahun 2022, dan SK Gubernur DIY No. 24/KEP/2022.
Wahyudi melakukan pendekatan interdisipliner dalam penelitiannya. Dia mengkaji keterkaitan sistem ekologi, sosial, dan kebijakan pembangunan.
Dari sisi ekologi, ia mengidentifikasi 21 jenis tumbuhan berhabitus pohon dengan tingkat keanekaragaman sedang. Menurut dia cemara udang dan kelapa menjadi vegetasi dominan.
Ia juga mencatat keanekaragaman tinggi pada tumbuhan bawah dengan 37 jenis yang didominasi kirinyuh, rumput pahit, katang-katang, suket tutangan, dan rumput grinting.
Fauna dan Sosial Dalam Kajian
Tidak hanya flora, tetapi aspek fauna juga dalam kajian dengan hasil mencatat keberadaan 19 jenis mamalia (termasuk dua spesies dilindungi yaitu kucing kuwuk dan regul). Sedangkan yang lain 40 jenis burung (satu di antaranya berstatus rentan yaitu jalak kerbau), serta 24 jenis herpetofauna. Termasuk empat spesies penyu yang berstatus dalam perlindungan dan memiliki status konservasi tinggi.
Pada aspek sosial, penelitian ini mencakup tiga kapanewon di Bantul dan empat di Kulon Progo. Wahyudi menemukan bahwa fasilitas umum dan sosial masih terbatas.
Sedangkan pertanian dan pariwisata masih mendominasi ekonomi masyarakat. Selain itu sektor perdagangan, jasa, dan perikanan.
Akses terhadap lahan pesisir umumnya diperoleh melalui klaim bersama, perizinan dari Keraton, atau program transmigrasi, khususnya di wilayah-wilayah seperti Galur dan Panjatan.
Ia juga menyoroti pentingnya struktur kelembagaan lokal seperti Paguyuban Petani Lahan Pasir (PPLP), Kelompok Tani, FKPB, Paguyuban Nelayan, Paguyuban Wisata, dan Pokdarwis.
Menurutnya, lembaga-lembaga ini tidak hanya menjaga keseimbangan sosial. Mereka juga berperan dalam merespons berbagai konflik seperti penolakan tambang pasir dan pembangunan Bandara NYIA.
Pada bagian kebijakan, Wahyudi menemukan kecenderungan dominannya paradigma pembangunan nasional dan global yang bertumpu pada investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Ia menjelaskan bahwa sejak 2012, kawasan pesisir mulai mengarah pada paradigma ‘among tani dagang layar’. Ini mendukung pengembangan kawasan strategis seperti Bandara NYIA, minapolitan, blue economy, dan kota aeropolis.
Sedangkan pembangunan infrastruktur besar merupakan bagian dari strategi percepatan pembangunan ekonomi kawasan pesisir. Pembangunan ini seperti Pelabuhan Tanjung Adikarto, JJLS, dan rencana jalan tol Yogyakarta–Semarang–Solo.
Lebih lanjut, ia menggarisbawahi pentingnya konservasi kawasan ekosistem esensial seperti KEE Mangrove Baros, habitat burung migran, Mangrove Jangkaran, dan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Bantul. Konservasi kawasan itu berada di bawah pengelolaan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Melalui disertasi ini, Muhammad Wahyudi tidak hanya memetakan persoalan lingkungan pesisir DIY secara komprehensif. Dia juga menyoroti pentingnya pendekatan holistik dalam merancang kebijakan pembangunan.
Dia berharap penelitian ini dapat menjadi landasan dalam upaya pengelolaan kawasan pesisir yang lebih berkelanjutan dan adil secara sosial maupun ekologis. (*)