PanenTalks, Yogyakarta – Tren dan tantangan baru dalam dunia riset pariwisata. Tema itu menjadi sorotan dalam The 13th Gadjah Mada International Conference on Economics and Business (GAMAICEB) di The Alana Yogyakarta Hotel & Convention Center.
Para akademisi dan praktisi dari berbagai institusi mempresentasikan riset-riset mereka yang bertumpu pada prinsip pariwisata berkelanjutan dengan kontribusi nyata terhadap aspek sosial dan lingkungan.
Dalam forum ilmiah internasional ini, para pemakalah menyampaikan berbagai topik. Meski berasal dari latar belakang yang berbeda, mereka mengusung visi serupa.
Fenomena di Gen Z
Mereka berharap membangun sektor pariwisata yang tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga berdampak positif bagi masyarakat dan kelestarian alam.
Salah satu paparan yang mencuri perhatian datang dari Ni Putu Dhanan Kumaradewi M. dan I Gusti Ayu Agung Istri Dinda Larasshanti Jelantik. Keduanya mahasiswa dari Universitas Pendidikan Nasional (UNDIKNAS) yang menyajikan makalah berjudul “Understanding Why Gen Z Prefers TikTok Over Google for Travel Searches“. Mereka membedah fenomena digital yang berkembang di kalangan Gen Z, khususnya perempuan.
Menurut mereka generasi muda kini lebih tertarik pada konten visual yang bersifat interaktif dan emosional. Hal ini turut membentuk ekosistem digital dalam dunia pariwisata Indonesia. Uniknya, TikTok kerap menjadi rujukan utama untuk inspirasi perjalanan ketimbang mesin pencari seperti Google.
Dalam presentasinya, Dinda menyoroti tiga aspek penting bagi profesional pariwisata dalam merespons tren ini.
“Unsur tersebut di antaranya strategi konten dengan cara memanfaatkan konten visual pendek, emosional, dan autentik. Ini seperti pengalaman yang jujur. Selain itu memaksimalkan fitur interaktif, maupun komponen kepercayaan. Faktor berikutnya meningkatkan kredibilitas dengan cara bermitra pada influencer berpengalaman,” ujarnya.
Tinggi, Perhatian Isu Pariwisata
Sementara itu, Ketua Panitia GAMAICEB, Arika Artiningsih, Ph.D., mengungkapkan beragam tema dari peserta konferensi menunjukkan semakin tingginya perhatian terhadap isu-isu aktual di bidang riset pariwisata, ekonomi, dan bisnis.
“Riset dalam kepariwisataan memang perlu penguatan. Menurut saya mereka cukup mendalami melalui riset dan dalam proses diskusi di ruangan,” kata Arika.
“Banyak pula feedback dan ini memberi harapan memperbaiki kualitas tata tulis. Ada pula memperbaiki ide dari riset itu sendiri sehingga menjadi lebih kuat dari aspek metodologi maupun relevansi isu-isu yang diangkat,” ujarnya.
Arika berharap agar GAMAICEB tetap menjadi ruang temu intelektual yang produktif di masa depan.
Ia mengatakan, “Arika memiliki harapan agar GAMAICEB di tahun 2026 masih bisa menjadi wadah bagi para akademisi maupun praktisi. Ini untuk bertukar pikiran terkait dengan informasi-informasi yang relevan dan terkini bagi bidang ekonomika dan bisnis.”
GAMAICEB ke-13 ini tidak hanya memperkuat jaringan antarpeneliti dan pelaku industri. Kegiatan ini juga membuka ruang diskusi kritis untuk membangun masa depan pariwisata yang adaptif dan inklusif.
Ajang ini pun membuktikan bahwa riset pariwisata kini semakin perlu mendapat tempat strategis dalam diskursus pembangunan berkelanjutan. (*)