PanenTalks, Yogyakarta – Di balik aroma wangi yang menyambut setiap pengunjung toko di Jalan Mas Suharto No. 44, Kota Yogyakarta, ada kisah perjalanan panjang dari usaha keluarga yang bertahan sejak tahun 1968. Sari Wangi Parfum, nama yang sudah tidak asing bagi pecinta parfum di Yogyakarta, bukan sekadar toko parfum tapi legenda aroma yang mewariskan cita rasa wewangian lintas generasi.
Perjalanan Sari Wangi berawal dari tangan sang pendiri Budi Rahardjo, yang pada akhir 60-an membuka toko Bahan Kimia Wangi di Tegal Panggung No. 61. Kala itu, toko ini melayani kebutuhan mahasiswa dan pelajar yang ingin belajar membuat sabun, sampo, dan deterjen.
“Waktu itu, hanya ada lima aroma,” kenang generasi kedua, Sapto Muljono, Kamis, 24 Juli 2025.
Tahun 1980 menjadi tonggak penting saat usaha diwariskan kepada Sapto. Ia mengganti nama menjadi Parfum Sari Wangi. “Sariwangi berarti inti wewangian,” ujarnya.
Generasi Ketiga Bawa Semangat Baru
Kini, di tangan generasi ketiga, yaitu Kristanto dan Jayadi, Sari Wangi tampil lebih segar. Mereka membawa semangat baru namun tetap menjaga akar tradisi keluarga. Dua cabang aktif melayani pelanggan di lokasi strategis Jalan Mas Suharto dan Ruko Student Park, Seturan.
Kristanto mengakui bahwa loyalitas pelanggan lama tetap menjadi kekuatan utama toko ini.
“Mereka tetap loyal dengan Sari Wangi Parfum. Mereka menyukai parfum dengan aroma klasik, yang stock-nya masih kami miliki,” ujar Kris.
Namun, menghadapi perubahan zaman, mereka menyadari pentingnya beradaptasi dengan selera generasi muda. Dari lima varian wewangian kini telah berkembang menjadi lebih dari 2.000 jenis aroma.
Mulai dari parfum badan, parfum mobil dan ruangan, minyak pusaka, hingga aroma khusus untuk ritual jamasan. Minyak ini merupakan pesanan langsung dari Kraton Yogyakarta.
“Lebih dari 2 ribu wewangian yang tersedia. Mulai parfum badan, parfum mobil, ruangan, minyak pusaka, parfum mentah dan bahkan ada parfum khusus untuk jamasan yang dipesan Kraton Yogyakarta,” ujar dia.
Tak hanya dari sisi jumlah, jenis aroma yang tersedia juga semakin beragam. Saat ini, ada sekitar 1.000 aroma aktif, yang terbagi dalam kelompok seperti fruity, floral, woody, dan akuatik.
Loyalitas Pelanggan Jadi Kunci
Di tengah keberlanjutan itu, loyalitas pelanggan menjadi salah satu kunci. Jayadi Sutanto, salah satu pewaris generasi ketiga, bercerita bahwa banyak pembeli setia yang tetap datang meski sudah tidak tinggal di Yogyakarta.
“Biasanya pelanggan-pelanggan lama dari luar kota. Meski parfum dijual secara online, tapi mereka lebih mantap untuk datang ke sini. Mereka senang karena wanginya awet,” jelas Jayadi.
Namun, bukan berarti perjalanan mereka selalu mulus. Jayadi dan saudaranya, Kristanto, menyadari bahwa hadirnya banyak toko parfum baru menghadirkan tantangan baru—terutama dalam hal edukasi konsumen muda tentang kualitas parfum.
Kristanto menyampaikan kekhawatirannya mengenai persepsi keliru terhadap parfum murah yang tidak selalu aman atau tahan lama.
“Jadi edukasi soal parfum ini masih banyak orang yang belum tahu. Parfum murah tapi wanginya tidak awet dan menyebabkan gatal di kulit,” kata dia lagi.
“Keawetan wangi parfum itu ibarat daging sapi, ada tingkatannya. Begitu pula parfum,” tuturnya.
Produk Personal dan Unik
Mereka pun tak tinggal diam. Melihat antusiasme Gen Z terhadap produk yang personal dan unik, Sari Wangi Parfum tengah menyiapkan sebuah inovasi menarik yang akan meluncur pada Agustus 2025: layanan “racik parfum sendiri”.Â
Lewat layanan ini, pelanggan dapat memilih hingga lima aroma dari 40 varian yang ada dan meracik sendiri parfum favorit mereka. Tentunya, proses itu tetap dalam panduan para ahli dari Sari Wangi.
“Selaras dengan memenuhi keinginan Gen-Z, maka kami hadirkan suasana ruangan yang estetik, cozy, beautifikasi, instagramable, mengundang Gen-Z tertarik untuk berkunjung ke stall kami ini,” ucapnya.
“Pembeli juga boleh mencampur sendiri wanginya, tapi kami tetap memandu mereka. Wangi itu nanti bisa jadi wangi khasnya pembeli dan tidak diperjualbelikan seperti yang sudah tersedia sekarang ini. Gen Z memang sukanya kan begitu, punya khas sendiri,” tandasnya. (*)