PanenTalks, Jakarta – Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri menemukan adanya beras premium di pasaran yang tidak sesuai dengan label dan kelas mutunya.
Meski demikian, Satgas Pangan Polri tidak akan menarik produk yang sudah beredar, melainkan meminta para pelaku usaha untuk menyesuaikan harga beras dengan kualitas sebenarnya. Pendekatan ini disebut sebagai ultimum remedium, bertujuan menjaga ketersediaan beras di pasar.
Kepala Badan Pangan Nasional (NFA), Arief Prasetyo Adi, menjelaskan bahwa tidak ada penarikan beras, tetapi harganya harus disesuaikan. “Tidak ada beras yang ditarik, hanya harganya cukup disesuaikan dengan kualitas yang ada di dalam kemasannya,” terang Arief di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, 25 Juli 2025.
Arief mencontohkan, jika beras memiliki tingkat patahan (broken) antara 15 sampai 25 persen, harganya harus berkisar antara Rp 12.500 hingga Rp 14.900 per kilogram (khusus Zona 1). Beberapa ritel dilaporkan sudah menurunkan harga sekitar Rp 1.000 untuk kemasan 5 kilogram, dan yang belum akan diminta untuk menyesuaikan.
Berdasarkan Panel Harga Pangan NFA per 25 Juli, rerata harga beras secara nasional mulai menunjukkan penurunan. Harga beras premium di Zona 1 turun dari Rp 15.488 per kilogram menjadi Rp 15.458 per kilogram. Penurunan serupa juga terlihat di Zona 2 (dari Rp 16.555 menjadi Rp 16.552 per kilogram) dan Zona 3 (dari Rp 18.225 menjadi Rp 18.114 per kilogram).
Kondisi yang sama terjadi pada beras medium. Rerata harga nasional beras medium di Zona 1 turun dari Rp 13.943 menjadi Rp 13.898 per kilogram. Zona 2 dan 3 juga mengalami penurunan, masing-masing dari Rp 14.588 menjadi Rp 14.554 per kilogram dan dari Rp 16.393 menjadi Rp 16.259 per kilogram.
Langkah ultimum remedium ini sejalan dengan saran Arief sebelumnya, yaitu tidak perlu ada penarikan beras, melainkan cukup menjualnya dengan harga yang disesuaikan kualitasnya.
“Untuk apa ditarik? Dijual murah saja. Clearance. Lebih baik tetap diberikan ke masyarakat, tapi harganya disesuaikan, jangan dijual seharga beras premium. Itu saran saya,” ujar Arief.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, juga menegaskan hal serupa. Ia meminta pelaku usaha untuk tidak membohongi konsumen.
“Tidak, tidak ditarik. (Cukup) turunkan harga sesuai isinya. Jangan berbohong,” kata Zulhas, seraya menambahkan bahwa sudah ada 14 perusahaan yang dipanggil Satgas Pangan Polri terkait temuan ini.
Satgas Pangan Polri dalam rilisnya pada 24 Juli 2025 mengungkapkan bahwa tiga produsen beras diduga memproduksi beras premium yang tidak sesuai dengan standar mutu yang tertera pada kemasan.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi menjelaskan, beras premium seharusnya memiliki kadar air maksimal 14 persen dan tingkat patahan tidak lebih dari 15 persen. Selain itu, isi kemasan juga harus sesuai dengan labelnya.
Arief menekankan pentingnya menjaga harga yang baik bagi petani dan penggiling, serta memastikan daya beli konsumen terjaga. Ia juga meminta pelaku usaha untuk memperbaiki label kemasan yang tidak sesuai dengan isinya.
Regulasi terkait label kemasan Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2024. Pelanggaran kesesuaian label dan mutu beras dapat dikategorikan sebagai pelanggaran Pasal 12, yang mencakup persyaratan keamanan pangan segar, mutu, gizi, label, dan iklan pangan segar. (*)