Sabtu, September 27, 2025

Sekolah Rakyat di DIY, 275 Siswa dari Keluarga Miskin Ekstrem

Share

PanenTalks, Yogyakarta – Sekolah Rakyat resmi berjalan serentak secara nasional, termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada Senin, 14 Juli 2025. Sebanyak 275 siswa dari seluruh kabupaten/kota di DIY resmi menjadi bagian dari angkatan pertama dua Sekolah Rakyat, program pendidikan setara SMA yang bersifat gratis dan berasrama.

Sekolah dari Kementerian Sosial RI ini khusus bagi anak-anak dari keluarga miskin ekstrem. Ini sebagai upaya pemerintah yang terus mendorong pemerataan akses pendidikan bagi kelompok rentan.

Kepala Dinas Sosial DIY, Endang Patmintarsih, menyatakan program ini merupakan bagian dari kebijakan Presiden dalam rangka mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem melalui pendidikan.

Seleksi Siswa Tertutup

“Konsep dasar Sekolah Rakyat ini merujuk pada kebijakan pusat. Terutama untuk anak-anak dari keluarga dengan status miskin ekstrem yang terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Nasional (DTKSN),” ujar Endang.

Penerimaan dan seleksi siswa memang secara tertutup karena berdasarkan data dari pendamping Program Keluarga Harapan (PKH). Dengan demikian tidak ada pendaftaran umum. Setiap wilayah mengirimkan dua siswa kelas 10.

“Data siswa berasal dari input PKH dan DTKSN kemudian menyaringnya. Jadi memang bukan pendaftaran terbuka. Ini murni untuk mereka yang benar-benar membutuhkan,” kata dia menjelaskan.

Salah satu lokasi Sekolah Rakyat di DIY terletak di Bantul, berdiri di atas lahan seluas 4 hektare, lengkap dengan 10 rombongan belajar dan berbagai fasilitas modern.

Mulai dari ruang kelas ber-AC, laboratorium fisika dan biologi, perpustakaan, hingga UKS dan ruang BK. Sedangkan sarana olahraga yang tersedia mencakup lapangan voli, futsal, tenis, dan badminton.

Siswa akan tinggal di asrama yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Fasilitas dasar seperti tempat tidur, lemari, makanan, dan kebutuhan harian juga telah tersedia.

“Untuk plan A, para siswa sudah bisa langsung masuk asrama. Kami siap menyambut mereka dengan fasilitas dasar seperti makanan dan kebutuhan harian,” jelas Endang.

Setiap siswa akan menerima tujuh setel seragam. Termasuk di antaranya seragam nasional, olahraga, pramuka, batik, pesiar, tidur, dan seragam lokal sebagai penguatan identitas budaya.

Sekolah Rakyat mengadopsi kurikulum dari Kemendikbudristek, namun dengan pengelolaan waktu yang disesuaikan karena bersifat berasrama.

“Karena berasrama, pengelolaan waktu juga menyesuaikan. Ada struktur harian yang lebih intensif untuk membentuk karakter dan disiplin,” tutur dia.

Dari sisi tenaga pendidik, sekolah merekrut 19 guru dari total kebutuhan 20 melalui kerja sama dengan Kemendikbudristek dan Kemensos. Proses seleksi meliputi sertifikasi PPG, tes TOEFL, psikotest, dan wawancara.

Para pendamping PKH juga turut berperan sebagai wali asrama, menandai kolaborasi lintas sektor dalam mendampingi siswa selama tinggal dan belajar.

“Kolaborasi ini penting agar mereka juga memahami posisi dan tanggung jawab baru dalam lingkungan sekolah,” ujar Endang.

Bukan Sekadar Pendidikan Formal

Kepala sekolah terpilih, Agus Ristanto, menjelaskan bahwa sekolah ini bukan sekadar tempat pendidikan formal. Di sekolah ini menyediakan tempat tinggal, pembinaan karakter, dan pembentukan masa depan bagi para siswa.

“Anak-anak ini berasal dari keluarga tidak mampu. Di sini, mereka akan tinggal, belajar, dan membangun masa depan,” ucap Agus.

MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) akan berlangsung lebih lama dari biasanya. Ini untuk membantu siswa beradaptasi dengan kehidupan berasrama.

“Bayangkan, mereka biasanya tidur di rumah bersama keluarga. Kini, mereka harus tinggal di asrama dan berbagi ruang dengan banyak teman. Butuh waktu untuk beradaptasi,” katanya lagu.

Kunjungan orang tua diperbolehkan, namun ada pengaturan di luar jam belajar. Siswa juga bisa pulang dua minggu sekali dan Dinas Sosial menyediakan transportasi.

Penggunaan ponsel juga ada pembatasan karena siswa tidak boleh membawanya dan harus dititipkan. Bila siswa harus melakukan komunikasi dengan keluarga, mereka baru bisa melakukannya melalui wali asuh.

Selain pelajaran umum, tersedia kegiatan ekstrakurikuler seperti Pramuka, PMR, paskibra, futsal, seni, bahasa Inggris, hingga pembelajaran Iqro untuk siswa yang belum bisa membaca Al-Qur’an.

“Kami sesuaikan dengan minat mereka. Tujuannya supaya anak-anak berkembang secara akademik, sosial, dan emosional,” ujar Agus. (*)

Read more

Local News