Senin, Agustus 18, 2025

Seni Legong dan Rupiah: BI Dorong Ekonomi Kreatif di PKB 2025

Share

PanenTalks, Denpasar – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Bali bersinergi dengan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali menyelenggarakan sarasehan (widyatula) bertema “Memaknai Keindahan Tari Legong dalam Uang Rupiah” sebagai bagian dari rangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII Tahun 2025.

Acara digelar di Gedung Ksirarnawa, Art Centre, Denpasar ini, bertujuan untuk menyoroti peran budaya dalam konteks ekonomi dan simbolisasi nilai-nilai kebangsaan melalui uang Rupiah.

Widyatula dibuka oleh Indra Gunawan Sutarto, Advisor KPwBI Provinsi Bali, dan Putu Agus Yudiantara, A. Par., M. Par., Kepala Bidang Kesenian Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Sekitar 300 peserta dari berbagai kalangan, termasuk perbankan, pelaku seni, siswa-siswi SMP/SMA/K se-Kota Denpasar, perwakilan Disdikpora Kota Denpasar, Teruna Teruni, Jegeg Bagus, dan Forum Anak Daerah, turut memeriahkan acara ini.

Pada kesempatan tersebut, Bank Indonesia turut memberikan apresiasi kepada budayawan Seni Legong, Prof. Dr. I Made Bandem, M.A., atas kontribusinya dalam melestarikan makna filosofis Tari Legong yang kini menjadi salah satu desain pada uang Rupiah.

Dalam sambutannya, Indra Gunawan Sutarto menjelaskan kehadiran Tari Legong pada desain uang kertas Rp50.000,- bukan sekadar gambar, melainkan bentuk penghargaan negara terhadap kekayaan budaya nusantara, khususnya Bali. Ia menggarisbawahi bagaimana Tari Legong merefleksikan filosofi Bank Indonesia dalam mengedarkan Rupiah:

Ketelitian gerakan penari melambangkan kepresisian perencanaan uang Rupiah.

Keindahan Tari Legong melambangkan kebanggaan terhadap Rupiah sebagai simbol kedaulatan negara.

Kedisiplinan dan kekompakan penari menunjukkan tanggung jawab serta semangat Bank Indonesia dalam mengedarkan uang Rupiah layak edar ke seluruh pelosok NKRI.

Senada dengan hal tersebut, Putu Agus Yudiantara menambahkan bahwa kesenian tidak hanya tampil di panggung, tetapi juga terpatri dalam uang Rupiah. Kolaborasi ini diharapkan dapat semakin memperkenalkan seni budaya kepada masyarakat, yang pada akhirnya akan berdampak positif terhadap pergerakan ekonomi, khususnya dalam momentum PKB XLVII Tahun 2025.

Seminar ini menghadirkan tiga narasumber terkemuka: Prof. Dr. I Made Bandem, M.A. (Budayawan Seni Legong), Anak Agung Mas Sudarningsih, S.Sn., M.Pd (Seniman Tari Legong), dan Agus Mulyawan Dana (Kepala Seksi Pengelolaan Uang Rupiah, KPwBI Provinsi Bali).

Prof. Dr. I Made Bandem memaparkan evolusi Tari Legong, dari tari Sanghyang Dedari hingga pengakuannya sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO pada tahun 2015. Ia menegaskan,kekuatan Indonesia tidak hanya terletak pada ekonomi dan politik, tetapi juga pada warisan budaya yang hidup dan bernilai luhur.

Sementara itu, Anak Agung Mas Sudarningsih menyoroti bagaimana digitalisasi membuka ruang baru bagi seni tradisional untuk terus berkembang. Dukungan teknologi dapat mempermudah masyarakat memahami esensi tarian tanpa mengubah akar budaya dan nilai tradisi yang telah ada.

Agus Mulyawan Dana memaparkan komitmen Bank Indonesia dalam menjaga kualitas dan kepercayaan masyarakat terhadap Rupiah. Evaluasi berkala dilakukan untuk meningkatkan desain agar lebih mudah dikenali, memperkuat unsur pengaman dengan teknologi terkini, dan meningkatkan kualitas bahan agar masa edar uang Rupiah lebih tahan lama.

Selain itu, Agus Mulyawan Dana juga menjelaskan transformasi uang Rupiah di era digital, khususnya melalui implementasi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) yang menawarkan pembayaran yang Cepat, Mudah, Murah, Aman, dan Andal (CEMUMUAH). Bank Indonesia juga menekankan pentingnya literasi keuangan dan pelindungan konsumen di tengah kemudahan bertransaksi digital.

Melalui program edukasi Eling Raga, masyarakat Bali diajak untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan pentingnya kewaspadaan dalam bertransaksi, dimulai dari diri sendiri.(*)

Read more

Local News