PanenTalks, Yogyakarta – Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah menerima kunjungan silaturahim Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi.
Pertemuan digelar di Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta membahas mengenai sinergi ‘Aisyiyah dengan KemenPPPA dalam penanganan isu perempuan dan anak.
Menurut Arifah, kolaborasi dengan seluruh mitra menjadi prioritas KemenPPPA, salah satunya ormas seperti Muslimat NU dan ‘Aisyiyah mempunya jejaring sampai ke tingkat grass root.
“Muslimat dan ‘Aisyiyah mempunyai kekuatan besar untuk menguatkan khususnya perempuan-perempuan di Indonesia dan melindungi anak-anak kita,” ujarnya.
Arifah juga menyampaikan, KemenPPPA di bawah kepemimpinannya akan melanjutkan MoU sudah terjalin dengan ‘Aisyiyah dan siap memperbaharui perjanjian kerjasama tersebut. Langkah ini disebut juga sebagai bentuk penghargaan kepada menteri PPPA sebelumnya yakni Bintang Puspayoga telah menginisiasi berbagai program dan kolaborasi dengan banyak mitra.
Dalam kesempatan tersebut Arifah menyampaikan tiga program prioritas dari KemenPPPA yakni Ruang Bersama Indonesia, Penguatan Call Center KemenPPPA Sapa 129, dan Satu Data tentang Perempuan dan Anak yang Berbasis Desa.
Melalui program ini, Arifah ingin menyatukan kinerja berbagai kementerian menjadi satu kekuatan dalam penanganan berbagai isu perempuan dan anak terjadi hingga tingkat desa.
Selama ini menurut Arifah sudah ada petugas dari masing-masing dinas di setiap desa, tetapi selama ini berjalan sendiri-sendiri. Ibarat lidi, menurut Arifah keberadaan lidi ini tersebar.
“Mereka ingin menyapu tetapi jika menyapu dengan satu batang lidi akan berbeda hasilnya ketika lidi ini kita satukan, ayok kita nyapu desa bareng-bareng,” ucapnya.
Ia berharap dengan kerja berbasis desa maka dapat menyapu berbagai permasalahan terjadi termasuk kekerasan terhadap perempuan dan anak serta dapat membentuk desa-desa di Indonesia ideal.
Namun demikian, kerja lintas kementerian lembaga ini juga tidak akan sempurna jika tanpa adanya gerakan dari masyarakat termasuk organisasi masyarakat seperti ‘Aisyiyah.
“Kita sama-sama punya tanggung jawab untuk mempersiapkan generasi yang akan datang, oleh karena itu kerja-kerja ‘Aisyiyah dan Muslimat NU bisa menjadi solusi dengan sinergi lebih lanjut,” kata dia.
Ketua Umum PP ‘Aisyiyah, Salmah Orbayinah menyebutkan, ‘Aisyiyah dan KemenPPPA sudah punya perhatian sama dan hati sama dalam isu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
“Tidak perlu dijelaskan lagi bahwa kita punya perhatian yang sama, kewajiban yang sama, orientasi yang sama dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,” ujar Salmah.
Terkait program kerja KemenPPPA, ‘Aisyiyah disebut Salmah siap mendukung dan bersinergi dengan berbagai program yang ada termasuk berbasis desa.
Menurutnya, ‘Aisyiyah juga menjadikan desa sebagai basis dari gerakannya dengan konsep Desa Qaryah Thayibbah yakni desa makmur dan masyarakatnya sejahtera.
Berbagai program kerja ‘Aisyiyah disebut Salmah juga mendukung pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, seperti BIKKSA (Biro Konsultasi Keluarga Sakinah ‘Aisyiyah), GACA (Gerakan ‘Aisyiyah Cinta Anak), pendampingan hukum melalui Posbakum (Pos Bantuan Hukum) ‘Aisyiyah, serta penguatan ekonomi melalui BUEKA (Bina Usaha Ekonomi Keluarga ‘Aisyiyah).
Sekretaris Umum PP ‘Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah menyoroti perkawinan anak masih terjadi di Indonesia. Meskipun angka sudah menurun akan tetapi kasus masih ditemui di berbagai lokasi.
‘Aisyiyah juga bersama-sama dengan berbagai organisasi masyarakat menurut Tri mengawal mulai dari review stranas, dan menyusun banyak strategi pencegahan perkawinan anak di tingkat daerah.
“‘Aisyiyah juga mendorong terbentuknya peraturan pencegahan perkawinan anak di tingkat desa melalui Perdes,” ucap Tri.
Menurutnya, ini adalah upaya yang dilakukan oleh ‘Aisyiyah untuk menghentikan perkawinan usia anak masih ada karena seringkali ada gap antara kebijakan di tingkat pusat dengan di tingkat bawah.
Terkait kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, ‘Aisyiyah disebut Tri juga memfokuskan pendampingan hukum bagi difabel. “Korban-korban kekerasan seksual seperti yang dialami anak-anak kita yang disabilitas juga menjadi salah satu PR kita bersama, kita harus saling bersinergi dan menguatkan,” ucapnya. (*)
Editor : Hendrati Hapsari