Jumat, Oktober 24, 2025

Sistem Gaji Tunggal Bisa Dorong Kesejahteraan ASN dan Efisiensi Birokrasi

Share

PanenTalks, Sleman – Gagasan penerapan sistem gaji tunggal bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali mencuat dalam forum nasional. Dalam Rakernas Korpri Tahun 2025 yang digelar pada Sabtu, 4 Oktober di Palembang, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Zudan Arif Fakrulloh, yang juga mewakili Dewan Pengurus Korpri Nasional, menyatakan pentingnya realisasi sistem ini untuk perbaikan kesejahteraan ASN dan para pensiunan.

Sistem gaji tunggal—yang mengintegrasikan seluruh komponen penghasilan ASN seperti gaji pokok dan berbagai tunjangan ke dalam satu kesatuan penghasilan—diyakini dapat mengatasi kompleksitas penggajian saat ini.

Wacana ini sebenarnya sudah berkembang sejak satu dekade terakhir, namun hingga kini belum terealisasi dalam bentuk kebijakan resmi.

Dr. Agustinus Subarsono, M.Si., M.A., dosen sekaligus peneliti dari Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik FISIPOL Universitas Gadjah Mada (UGM), menilai bahwa langkah ini sejalan dengan upaya penyederhanaan birokrasi sekaligus peningkatan kesejahteraan ASN.

“Sistem gaji tunggal menyatukan seluruh komponen gaji yang selama ini terpisah, seperti tunjangan anak, istri, beras dan lainnya ke dalam satu gaji pokok ASN. Ini membuat sistem pemberian gaji lebih sederhana,” ujarnya, Kamis, 23 Oktober 2025.

Selain menyederhanakan sistem penggajian, Subarsono menyebutkan manfaat dari sisi efisiensi anggaran dan peningkatan kinerja ASN. Menurutnya, penghapusan honor tambahan yang selama ini melekat dalam berbagai kegiatan birokrasi bisa membuat ASN lebih fokus dalam menjalankan tugas pokok.

“Kalau sudah ada gaji tunggal, tidak ada lagi honor rapat atau panitia. ASN bisa fokus pada kinerja karena kompensasi sudah menyeluruh,” kata dia menambahkan.

Dampak positif lainnya terlihat dari potensi peningkatan dana pensiun. Skema saat ini menghitung pensiun berdasarkan gaji pokok, yang berarti nilai pensiun berpeluang meningkat bila komponen tunjangan disatukan ke dalam gaji pokok melalui sistem tunggal ini.

“Besaran uang pensiun selama ini dihitung sekitar 75 persen dari gaji pokok. Jika gaji pokok meningkat karena sistem gaji tunggal, maka persentase tunjangan pensiun juga ikut naik,” ujarnya.

Dalam konteks pemerataan, sistem ini pun dianggap bisa mengurangi kesenjangan penghasilan antara ASN yang bertugas di daerah dan di kota, melalui pengaturan tunjangan kemahalan yang lebih adil.

Meski begitu, Subarsono mengingatkan pentingnya kesiapan menyeluruh dari sisi regulasi dan teknis sebelum kebijakan ini diberlakukan.

“Sistem dan regulasi birokrasi harus siap, tidak bisa coba-coba. Pemerintah perlu menghitung komponen gaji secara detail,” tutur Subarsono.

Penerapan sistem ini juga berarti penghentian honor di luar gaji pokok, sehingga penting bagi pemerintah memastikan seluruh kompensasi yang diberikan cukup layak.

Dalam hubungannya dengan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang ASN, sistem ini disebut bisa memperkuat perlindungan hukum sekaligus menjadi insentif untuk mencegah korupsi.

“Gaji tinggi bisa menjadi upaya preventif oknum ASN agar tidak melakukan tindak kriminal ataupun perbuatan korup, meskipun kunci utamanya pada moral individu,” tegasnya.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya koordinasi antar kementerian agar kebijakan ini tidak berakhir sebagai wacana semata.

“Kalau disahkan, saya menilai ini dapat meningkatkan motivasi kerja ASN dan memperkuat merit sistem,” ucap dia memungkasi.

Secara keseluruhan, sistem gaji tunggal dipandang sebagai bagian dari reformasi birokrasi yang komprehensif—bukan hanya soal penggajian, melainkan strategi memperkuat integritas, profesionalitas, dan efisiensi pelayanan publik.

Namun, tanpa perencanaan dan implementasi yang matang, usulan ini kembali terancam hanya menjadi wacana tahunan yang belum tentu terlaksana. (*)

Read more

Local News