PanenTalks, Yogyakarta – Keprihatinan terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan di Daerah Istimewa Yogyakarta kembali disuarakan oleh Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi.
Dalam forum diskusi Studium Generale HIPMI Syariah DIY, ia mengingatkan bahwa eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan bisa mengancam masa depan ekosistem dan masyarakat lokal.
Wilayah DIY yang relatif kecil disebut GKR Mangkubumi sangat rentan terhadap dampak lingkungan jika pertambangan tidak dikendalikan. Ia menyebut sejumlah kawasan seperti lereng Merapi dan wilayah Bantul sebagai daerah yang paling terdampak.
“DIY itu kecil, hanya sekitar 338 ribu hektar. Kalau terus ditambang, ya rusak. Banyak yang setelah menambang pergi begitu saja, tidak peduli orang lain yang kesusahan,” kata GKR Mangkubumi.
“Padahal tujuan kita memayu hayuning bawono itu bagaimana manusia hidup bersama dengan lingkungan yang baik,” ujarnya.
Penghentian Tambang dan Komitmen Lingkungan
Menurut GKR Mangkubumi, dalam dua tahun terakhir beberapa titik tambang di Sleman dan Bantul telah ditutup. Namun ia mengakui bahwa masih ada izin tambang yang beredar dan praktik eksploitasi yang merusak lingkungan tetap terjadi di lapangan.
“Slogan Memayu Hayuning Bawono jadi bagian dari nama saya jadi saya terus mencoba memahami makna tersebut. Yang sudah kami lakukan sejak 2 tahun yang lalu, jadi saya mohon maaf kalau harus menyetop pertambangan di DIY,” katanya.
Langkah tersebut menurutnya bukan semata-mata larangan, melainkan sebagai upaya menjaga keberlangsungan hidup masyarakat dan keseimbangan alam.
GKR Mangkubumi mendorong para pengusaha muda, khususnya dari HIPMI dan HIPMI Syariah, untuk mengembangkan usaha yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Ia menegaskan bahwa potensi ekonomi DIY tidak hanya bertumpu pada tambang.
“Monggo masih banyak alternatif yang lain yang dikembangkan di DIY,” tutur dia.
GKR juga menyinggung persoalan pengangguran yang masih tinggi di Yogyakarta, yakni sekitar 11 persen. Menurutnya, tantangan ini hanya bisa dijawab melalui kolaborasi antar pelaku usaha lokal, bukan dengan mengandalkan investor dari luar.
“Yang paling utamanya adalah untuk membangun DIY ini kita tidak butuh banyak investor, tapi justru teman-teman HIPMI dan HIPMI Syariah yang membangun perkembangan untuk DIY,” ucapnya.
Potensi Ekonomi Syariah dan Komitmen HIPMI
Menanggapi ajakan tersebut, Ketua Umum HIPMI Syariah periode 2025–2028, Fajaruddin Achmad Muharom, menyampaikan bahwa industri syariah memiliki peluang besar di tingkat global.
Ia menyatakan kesiapannya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui pendekatan syariah yang inklusif dan berkelanjutan.
“Kami ingin berkontribusi, khususnya di DIY. Harapannya bisa bertumbuh perekonomiannya,” katanya.
HIPMI Syariah berencana segera menyusun program kerja yang fokus pada pengembangan wisata ramah muslim, pemberdayaan UMKM syariah, serta memperkuat ekosistem ekonomi syariah yang ada. (*)