PanenTalks, Yogyakarta – Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Derajat Sulistyo Widhyharto menilai TNI mengabaikan mitigasi risiko kecelakaan dalam ledakan amunisi kadaluarsa di Garut Jawa Barat.
“Fenomena ini bukan sesuatu yang baru. Keterlibatan warga sipil dalam proses pemusnahan bom sudah seperti bisnis rutin. Ada sisa ledakan bisa dijual, ada aliran uang, tapi mengabaikan aspek keselamatan,” tegas Derajad, Senin 26 Mei 2025.
Menurutnya, keberadaan warga sipil di area militer menunjukkan ada celah prosedural serius. Padahal, kawasan tersebut seharusnya terbatas dan hanya personel militer memiliki akses.
“Kalau warga sipil sampai jadi korban akibat dipekerjakan, itu artinya informasi soal jarak aman dan risiko ledakan tidak ada atau lebih buruk lagi menganggap sepele. Ini jelas pengabaian keselamatan,” ujarnya.
Derajad turut mengomentari langkah cepat Gubernur Jawa Barat, Deddy Mulyadi, menjanjikan santunan hingga Rp50 Juta serta jaminan pendidikan anak-anak korban.
Derajad mengingatkan, tanggung jawab utama sebenarnya ada di pihak militer, dalam hal ini TNI
“Gubernur memang menunjukkan empati, tetapi secara kewenangan harus bertanggung jawab adalah pihak militer karena ini kegiatan di bawah domain mereka,” jelasnya.
Ke depan, ia menekankan pentingnya pengawasan ketat pasca kejadian agar kasus serupa tak terulang kembali. Di samping, memastikan seluruh keluarga korban mendapatkan kompensasi sesuai janji.
“Kita sering terlena karena merasa kegiatan seperti ini sudah biasa, padahal itu menyangkut keselamatan jiwa. Jangan lagi ada sikap ‘business as usual’ dalam urusan yang risikonya sebesar ini,” pungkasnya. (*)
Editor : Hendrati Hapsari