PanenTalks, Bantul – Stunting masih menjadi salah satu tantangan besar pembangunan Indonesia. Meski menunjukkan tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir, jumlah anak yang mengalami gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis masih cukup tinggi. Kondisi ini bukan hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga perkembangan dan kualitas hidup anak di masa depan.
Pemerintah telah menekankan pentingnya intervensi gizi sejak dini, terutama di 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Namun di lapangan, keterbatasan akses pangan bergizi masih menjadi kendala utama. Begitu juga dengan rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya nutrisi seimbang.
Di tengah situasi tersebut, hadir solusi sederhana namun kaya manfaat, yakni daun kelor. Tanaman dengan nama ilmiah Moringa Oleifera ini memiliki kandungan gizi lengkap, mulai dari protein, vitamin A, vitamin C, kalsium, zat besi, hingga antioksidan. Berbagai penelitian bahkan menyebut kelor sebagai superfood dengan potensi besar untuk mengatasi kekurangan gizi.
Pelatihan Warga
Mahasiswa PPK Ormawa NCC Emergency Program Studi Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) memaksimalkan potensi tersebut. Melalui program pengabdian masyarakat, mereka menggelar pelatihan di Kalurahan Bangunharjo, Sewon, Bantul. Dengan mengolah makanan berbasis daun kelor sebagai upaya pencegahan stunting sejak tingkat keluarga.
Pelatihan bertajuk “Dakonan” (Daun Kelor untuk Nutrisi Anti-Stunting) ini mengajak masyarakat membuat berbagai olahan menarik dari kelor. Mereka mengolah makanan-makanan seperti bakpau, rolade, mi, bakso, hingga puding. Selain lezat dan mudah pembuatannya, produk tersebut juga mereka kemas agar bisa menjadi makanan sehari-hari, termasuk sebagai alternatif makanan pendamping ASI (MP-ASI).
“Selama ini, kita menganggap stunting sebagai persoalan besar yang penyelesaiannya menunggu program pemerintah. Padahal, solusi bisa mulai dari hal kecil di sekitar kita. Daun kelor adalah salah satu contoh nyata. Kandungan nutrisinya sangat tinggi, murah, mudah kita dapat. Dan yang terpenting kita bisa olah menjadi berbagai produk makanan sehat untuk anak,” ujar Arif Wahyu Setyo Budi, dosen pendamping PPK Ormawa NCC Emergency, Jumat (22/8).
Edukasi Pentingnya Gizi
Arif yang juga dosen Prodi Ilmu Keperawatan FKIK UMY, menegaskan kegiatan ini tidak hanya sebatas pelatihan memasak. Mahasiswa juga memberikan edukasi tentang pentingnya gizi sejak bayi lahir hingga 1.000 HPK. Serta bagaimana masyarakat dapat mandiri menyediakan makanan sehat di rumah.
“Kami ingin masyarakat tidak hanya bisa mengolah kelor, tetapi juga memahami kenapa gizi itu penting. Jadi ada kesadaran dan pengetahuan yang bertahan lama,” tambahnya.
Lebih jauh, Ia menyebut program ini menjadi bentuk kontribusi mahasiswa dalam menjawab isu kesehatan masyarakat melalui pendekatan komprehensif.
“Mahasiswa tidak hanya belajar teori di kelas, tetapi turun langsung ke masyarakat. Mahasiswa juga belajar bahwa ilmu yang mereka miliki harus bermanfaat, terutama untuk menjawab persoalan nyata seperti stunting,” jelasnya.
Sambutan dari Warga
Warga Bangunharjo pun menyambut hangat inovasi ini. Selain menambah variasi menu sehat di rumah, mereka juga melihat peluang ekonomi baru dari olahan kelor yang memiliki nilai jual. Dengan demikian, program ini tidak hanya menyentuh aspek kesehatan, tetapi juga pemberdayaan masyarakat.
“Harapannya, gerakan kecil ini bisa menjadi inspirasi lebih luas. Potensi lokal mampu menjadi jawaban atas tantangan besar bangsa, yakni mencetak generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan kuat,” tutup Arif. (*)