Kamis, Oktober 2, 2025

Surplus Pasokan Pangan Tekan Inflasi di Bali

Share

PanenTalks, Denpasar – Provinsi Bali kembali mencatatkan deflasi bulanan pada September 2025, sebesar -0,01% (mtm), melanjutkan tren deflasi dari bulan sebelumnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) Bali mengonfirmasi stabilisasi harga ini didorong oleh faktor fundamental: peningkatan pasokan komoditas pangan yang memasuki musim panen.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja, menyampaikan dalam rilis pers, bahwa deflasi ini utamanya bersumber dari penurunan harga pada Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau.

Deflasi di Bali didorong oleh beberapa komoditas strategis. Ketersediaan barang yang melimpah akibat panen raya menekan harga komoditas hortikultura. Pendorong utama deflasi adalah:

Bawang Merah dan Tomat: Kedua komoditas ini mengalami penurunan harga yang signifikan seiring meningkatnya suplai dari sentra produksi.

Angkutan Udara: Penurunan tarif angkutan udara juga memberikan andil deflasi yang cukup besar.

Daging Babi dan Bawang Putih: Harga kedua komoditas ini turut bergerak turun.

Meskipun deflasi terjadi, gejolak harga masih tampak pada beberapa komoditas yang mengalami kenaikan, seperti daging ayam ras, canang sari, jeruk, beras, dan rampela hati ayam, yang menahan laju deflasi agar tidak terlalu dalam.

Secara tahunan (yoy), inflasi Bali berhasil melambat menjadi 2,51%, angka yang berada dalam target sasaran nasional dan lebih rendah dari inflasi nasional (2,65%).

Fenomena deflasi bulanan menyebar di sebagian besar wilayah Bali, di mana tiga dari empat kota/kabupaten pemantauan BPS mencatat penurunan harga:

Badung mengalami deflasi terdalam dengan -0,50% (mtm), Tabanan menyusul dengan deflasi -0,45% (mtm), Singaraja mencatat deflasi tipis -0,06% (mtm). Kontras, Kota Denpasar justru mencatatkan inflasi bulanan sebesar 0,41% (mtm).

Melihat ke depan, BI Bali menggarisbawahi beberapa risiko struktural yang masih mengancam, termasuk tingginya permintaan saat peak season wisatawan, tekanan harga komoditas global (emas dan minyak sawit mentah), serta risiko pasokan pangan domestik akibat ketidakpastian cuaca yang mengganggu panen.

Guna memitigasi risiko tersebut, BI dan TPID di seluruh Bali terus memperkuat sinergi melalui implementasi strategi 4K (Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif).

Penguatan ini juga mencakup perluasan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) melalui operasi pasar, kerja sama antar daerah, dan efisiensi rantai pasok pangan, melibatkan BUMDes, Perumda pangan, dan koperasi.

Dengan langkah-langkah terukur ini, Bank Indonesia optimis mampu menjaga stabilitas harga dan memastikan inflasi 2025 tetap terkendali dalam rentang target nasional 2,5% ±1%. (*)

Read more

Local News