PanenTalks, Jakarta – Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan kinerja positif pada Maret 2025. Menteri Perdagangan Budi Santoso mengumumkan surplus perdagangan sebesar USD 4,33 miliar, melanjutkan tren surplus selama 59 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Surplus ini didorong oleh surplus sektor nonmigas sebesar USD 6,00 miliar, meski sektor migas masih mencatat defisit USD 1,67 miliar. Secara kumulatif, sepanjang Januari—Maret 2025, surplus perdagangan mencapai USD 10,92 miliar.
“Ini menunjukkan ketahanan sektor ekspor Indonesia di tengah tantangan global, dan menjadi bukti bahwa diversifikasi pasar serta relaksasi kebijakan ekspor membuahkan hasil nyata,” kata Mendag Budi Santoso, dalam keterangan resminya, di Jakarta, (23/4/2025).
Total ekspor Indonesia pada Maret 2025 mencapai USD 23,25 miliar—naik 5,95% secara bulanan (MoM) dan 3,16% secara tahunan (YoY). Sektor nonmigas menjadi penopang utama dengan kontribusi 83,30%, disusul pertambangan 14,07% dan pertanian 2,63%.
Sektor pertambangan menunjukkan lonjakan paling signifikan, terutama pada ekspor bijih logam, terak, dan abu (HS 26) yang meningkat tajam hingga 4.154,80% (MoM), usai diterbitkannya Permendag No. 9 Tahun 2025 yang merelaksasi ekspor komoditas konsentrat tembaga.
Ekspor logam lainnya juga tumbuh pesat antara lain, aluminium (HS 76): naik 105,08%, timah (HS 80): naik 63,84%, nikel (HS 75): naik 40,20%, besi dan baja (HS 72): naik 19,64%
Tiga negara utama tujuan ekspor nonmigas Indonesia adalah Tiongkok, Amerika Serikat, dan India, dengan nilai total USD 9,24 miliar atau 42,37% dari total ekspor nonmigas. Negara lain yang menunjukkan lonjakan permintaan antara lain Uni Emirat Arab (68,18%), Turki (60,21%), Brasil (53,24%), Rusia (43,24%), dan Prancis (43,01%).
Secara kawasan, ekspor meningkat tajam ke Karibia (88,55%), Eropa Timur (54,05%), dan Asia Barat (23,20%).
Secara kumulatif, ekspor nonmigas triwulan pertama 2025 mencapai USD 66,62 miliar—naik 6,93% dibanding periode yang sama tahun lalu, dengan sektor industri dan tambang sebagai pendorong utama.
Impor Indonesia pada Maret 2025 tercatat sebesar USD 18,92 miliar, naik tipis 0,38% (MoM) dan 5,34% (YoY). Kenaikan ini utamanya berasal dari impor migas yang naik 9,07%, sementara impor nonmigas turun 1,18% secara bulanan.
Meski demikian, barang konsumsi mencatat pertumbuhan signifikan sebesar 18,73%, diikuti barang modal 7,28%. Bawang putih, apel, jeruk, serta mobil listrik mendominasi pertumbuhan konsumsi. Sementara, mesin sortir dan pesawat terbang menjadi penopang kenaikan barang modal.
Impor nonmigas tertinggi berasal dari buah-buahan (HS 08): naik 56,63%, pupuk (HS 31): naik 46,06%, kertas dan karton (HS 48): naik 29,12%, dan kain rajutan (HS 60): naik 23,69%
Tiongkok, Jepang, dan Thailand menjadi tiga negara pemasok utama, menyumbang lebih dari 52% total impor nonmigas. Namun, negara seperti Pantai Gading dan Afrika Selatan menunjukkan lonjakan pengiriman yang sangat tinggi, masing-masing naik 357,70% dan 206,68%.
Secara total, impor Januari—Maret 2025 mencapai USD 55,71 miliar, meningkat 1,47% dibanding periode sama tahun lalu. Impor nonmigas naik 2,91%, sementara migas turun 5,85%.
Surplus perdagangan Indonesia yang terus berlanjut mencerminkan perbaikan struktur ekspor dan penguatan hubungan dagang strategis, terutama dalam komoditas bernilai tambah tinggi. Kinerja ini memberikan angin segar bagi perekonomian nasional dan menjadi sinyal positif bagi investasi dan iklim usaha ke depan.