PanenTalks, Semarang – Khasanah kuliner Kota Semarang semakin semarak dengan keberadaan tahu gejrot. Makanan khas Indonesia berasal dari Cirebon, Jawa Barat, memiliki bumbu sederhana tapi kaya rasa.
Satu porsi tahu gejrot terdiri dari potongan tahu goreng bentuk dadu. Bumbu berupa cabe rawit merah dan hijau, bawang merah dan terasi. Semua bahan ulek kasar lalu tambahan cuka miliki cita rasa gurih. Bawang halus diulek kasar memberikan sensasi kres saat gigitan demi gigitan tahu bercampur bumbu dan kuah.
Bahan cuka asam dan gurih menjadi cita rasa menyatu dengan tahu dan bumbu kasar. Penggemar pedas bisa memilih tingkat kepedasan sesuai selera. Sedangkan penjual tak segan akan mengambil cabe untuk memuaskan rasa pedas pembeli.
Harto mengaku pusing jika bahan baku seperti tahu dan cabai mengalami kenaikan. Namun begitu, dia tidak lantas menaikkan harga jual demi menjaga pelanggan tetap mampir.
“Namanya usaha naik turun yang penting pelanggan tetap ke sini (beli tahu gejrot),” ujar dia, belum lama ini.
Di Kota Semarang bisa menemui beberapa penjual tahu gejrot. Namun, berbicara citarasa dan loyalitas Tahu Gejrot Pak Harto boleh menepuk dada bangga. Suharto atau lebih terkenal Pak Harto (54 tahun) sudah menekuni profesi ini sejak 2009.
Harto tetap setia menjual tahu gejrot dari mulai lajang hingga memiliki anak beranjak remaja. Dari keliling wilayah Wonodiri-Pleburan-Singosari hingga menetap. Dari harga Rp5 Ribu hingga Rp10 Ribu. Pelanggannya tetap setia mencari gerobak oranye di sisi Jalan Singosari Raya Kelurahan Wonodri Kecamatan Semarang Selatan.
Setiap hari mulai pukul 08.00 hingga habis berada di lingkungan kampus dan rumah sakit di kawasan premiun Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah ini. Sekarang pembeli bisa menikmati di tempat karena sudah tersedia tenda di samping gerobak.
“Dulu pembeli hanya bisa bungkus sekarang sudah ada kursi meski plastik,” ungkap Harto. Meski tak lagi muda, tangannya tetap cekatan mengulek bumbu dan mengiris tahu. Dia meramu bumbu sendiri agar semakin sedap setelah belajar dari sang paman penjual tahu gejrot di Cirebon.
Seperti menambahkan cabe rawit hijau ke dalam ulekan. Hasilnya, bumbu pedas tidak terlalu pengar di lidah. Kombinasi bumbu pas juga terasa di kuah cuka. Dia menemukan resep asam cuka yang pas. Kuah cuka dengan rasa gurih dan pedas tapi tidak terasa tawar. Perpaduan ini membuat tahu gejrot miliknya selalu dapat hati di kalangan pelanggan. Bagi pembeli baru juga bisa menerima rasa ini.
Namun demikian, soal tahu dia memilih buatan perajin tahu asal Kota Lumpia ini. Lagi-lagi dia memilah jenis tahu basah dan kenyal saat penyajian. “Saya sempat ganti-ganti perajin tahu hingga menemukan ini. Tahu empuk saat digigit dan masih aman disimpan satu hari,” kata dia.
Meski begitu, dia lebih memilih memesan tahu setiap hari karena stok selalu habis dalam hari yang sama. Belasan tahun bertahan dan tidak membuka cabang, Harto berani menjamin keotentikan cita rasa. Melawan berbagai dinamika berjualan, dia berhasil mempertahankan jualannya.
Selain kenaikan harga cabe, dia juga pernah melintasi pandemi Covid-19. Dia membuka ingatannya kembali dan mengenang tahun 2020 mulai imbauan untuk beraktivitas di rumah. “Sempat tutup karena PPKM setelah itu berjualan kembali. Jumlah porsi juga tidak banyak yang penting buka,” kata dia.
Dia pun membuka lapak setiap hari untuk membuat dapur harus tetap ngebul. Dahulu dia libur saat akhir pekan karena area tersebut memang sepi karena dominan anak kuliahan. Sekarang dia buka non stop dan menjajaki jualan di Car Free Day (CFD setiap Minggu pagi). Lantas dia juga menerima pemesanan untuk acara dalam jumlah terbatas.
“Permintaan pelanggan saat punya acara ingin ada tahu gejrot. Setelah itu lumayan ada beberapa pemesanan di acara,” kata dia. (*)