PanenTalks, Jakarta – Inovasi pertanian di Indonesia terus melahirkan peluang baru yang tak hanya bernilai ekonomi, tetapi juga ramah kesehatan. Salah satunya datang dari tanaman lokal talas beneng sejenis talas raksasa yang kini dimanfaatkan sebagai pengganti tembakau dalam pembuatan rokok herbal.
Daun talas beneng yang dulunya dianggap tanaman liar di pekarangan atau hutan kini berubah menjadi komoditas bernilai tinggi. Melalui tangan kreatif para petani di Banten, Blitar, hingga Lumajang, tanaman ini menjelma menjadi bahan baku alternatif yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menawarkan pilihan lebih sehat dibandingkan tembakau konvensional.
Salah satu keunggulan utama daun talas beneng adalah tidak mengandung nikotin, zat adiktif yang terdapat dalam tembakau dan menjadi penyebab utama ketergantungan pada rokok. Karena bebas nikotin, daun ini menjadi bahan pilihan bagi produsen rokok herbal yang kini semakin diminati pasar, terutama di luar negeri.

Produk rokok herbal dari talas beneng dianggap lebih “aman” bagi konsumen yang ingin beralih dari rokok tembakau. Meski demikian, para ahli kesehatan tetap menegaskan bahwa asap dari pembakaran bahan apa pun tetap mengandung zat berbahaya seperti tar dan karbon monoksida, sehingga tidak sepenuhnya bebas risiko bagi kesehatan.
Untuk menjadi bahan rokok herbal, daun talas beneng harus melewati proses pengolahan yang cukup panjang. Setelah dipetik, daun-daun besar tersebut direndam selama beberapa hari untuk menghilangkan getah alami yang bersifat iritan. Proses ini bertujuan agar aroma dan tekstur daun menjadi lebih lembut.
Setelah itu, daun dijemur di bawah sinar matahari atau dikeringkan menggunakan oven khusus hingga kadar airnya menurun drastis. Proses berikutnya adalah perajangan, yaitu memotong daun menjadi potongan kecil menyerupai irisan tembakau.
Beberapa kelompok tani bahkan telah mengembangkan teknik fermentasi ringan untuk menghasilkan aroma yang lebih khas. Dalam tahap akhir, daun kering dikemas dan siap didistribusikan ke pabrik rokok herbal atau diekspor ke luar negeri.
Proses ini disebut mirip dengan pengolahan tembakau konvensional, namun tanpa menggunakan bahan kimia tambahan. Hal ini yang membuat produk daun talas beneng kering digemari produsen herbal di luar negeri.
Inovasi ini ternyata bukan sekadar wacana lokal. Produk olahan daun talas beneng asal Indonesia telah menembus pasar ekspor ke berbagai negara, seperti Australia, Korea Selatan, Turki, dan Irlandia.
Negara-negara tersebut memiliki permintaan tinggi terhadap bahan baku alami untuk produk herbal dan wellness. Di Australia, misalnya, beberapa perusahaan telah menggunakan daun talas beneng kering dari Indonesia sebagai bahan baku rokok herbal dan teh aromatik.
Menurut laporan dari sejumlah kelompok tani di Banten, produksi daun talas beneng kering kini mencapai beberapa ton per bulan, dengan harga jual yang cukup menguntungkan di pasar ekspor. Kondisi ini menjadi peluang besar bagi petani lokal untuk meningkatkan pendapatan, sekaligus memperluas jejaring ekspor produk nonkonvensional.
Keberhasilan pengembangan talas beneng sebagai komoditas ekspor tidak hanya berdampak pada petani, tetapi juga mendorong tumbuhnya usaha mikro dan koperasi desa yang terlibat dalam rantai pasok.
Di Kabupaten Pandeglang, misalnya, sejumlah kelompok tani wanita ikut serta dalam proses pengeringan dan pengemasan daun. Mereka memperoleh pendapatan tambahan dan keahlian baru dalam pengolahan bahan baku ekspor.
Pemerintah daerah pun mulai melirik potensi ini sebagai bagian dari program ketahanan ekonomi lokal. Dinas Pertanian setempat bahkan tengah menyusun skema pelatihan dan sertifikasi mutu agar produk talas beneng dari Banten bisa memenuhi standar internasional.
Meski secara ekonomi menjanjikan, para ahli kesehatan mengingatkan agar rokok herbal berbahan talas beneng tidak dianggap sebagai alternatif yang sepenuhnya aman.
Asap dari pembakaran daun kering tetap mengandung zat berbahaya yang dapat memengaruhi sistem pernapasan dan kardiovaskular. Oleh karena itu, edukasi publik tetap penting agar masyarakat tidak terjebak pada anggapan bahwa rokok herbal bebas risiko.
Di sisi lain, riset tentang kandungan kimia daun talas beneng juga masih terus dilakukan oleh berbagai universitas dan lembaga penelitian. Tujuannya adalah untuk memastikan keamanan konsumsi jangka panjang serta mengeksplorasi potensi lain dari tanaman ini, seperti bahan obat herbal, pakan ternak, hingga serat alami ramah lingkungan.
Inovasi pemanfaatan talas beneng menjadi pengganti tembakau membuktikan bahwa kreativitas petani lokal dapat menciptakan peluang baru di tengah keterbatasan sumber daya.
Dengan dukungan riset, regulasi, dan akses pasar yang baik, bukan tidak mungkin talas beneng akan menjadi ikon baru ekspor pertanian Indonesia, sejajar dengan komoditas unggulan lainnya.
Bagi para petani di Banten, Blitar, dan Lumajang, daun talas beneng bukan lagi tanaman liar yang tak bernilai, melainkan simbol kemandirian, inovasi, dan kebangkitan ekonomi lokal.

