Minggu, November 9, 2025

Tari Baris Bedug dan Karya Alilitan Jadi WBTB Indonesia 2025

Share

PanenTalks, Singaraja – Kabupaten Buleleng kembali mengukir tinta emas dalam peta pelestarian budaya nasional. Dua pusaka tradisi nan adiluhung asal Buleleng, yakni Tari Baris Bedug Buleleng dan Karya Alilitan dari Catur Desa, telah resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) Indonesia Tahun 2025 oleh Kementerian Kebudayaan.

Pengakuan ini tidak hanya menjadi kebanggaan, namun juga penegasan atas kekayaan khazanah spiritual dan artistik yang masih hidup di Tanah Ganesha.

Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, Nyoman Wisandika, tak dapat menyembunyikan rasa syukur dan bangganya.

“Untuk tahun 2025 ini, Buleleng mendapatkan dua WBTB yang luar biasa, Tari Baris Bedug Buleleng dan Karya Alilitan dari Catur Desa. Ini adalah hasil proses panjang yang dimulai sejak akhir 2024, melalui verifikasi, pelengkapan data, hingga sidang penetapan di Kementerian Kebudayaan minggu lalu,” ungkapnya, Senin (13/10).

Kedua warisan ini dinilai memiliki nyawa dan karakter lokal yang tak tertandingi, menjadi alasan kuat penetapannya.

Tari Baris Bedug Buleleng, misalnya, memancarkan aura sakral yang unik melalui detail puntalan kain—disebut bungkuk—di punggung penarinya, sebuah simbol mendalam dalam ritual ngaben (upacara kematian).

Tarian yang dibawakan oleh empat penari ini merupakan bagian integral dalam prosesi tedun sawe dan pelepasan tali peti jenazah.

Sementara itu, Karya Alilitan merupakan warisan hidup dari masyarakat di empat desa indah yang dikenal sebagai Catur Desa (Gobleg, Munduk, Gesing, dan Umejero).

Tradisi yang diwariskan turun-temurun ini membuktikan bahwa budaya tetap berdenyut kuat di tengah masyarakat. “Penetapan WBTB adalah apresiasi bagi tradisi yang masih hidup, masih dilaksanakan secara berkelanjutan di tengah-tengah kita,” tambah Wisandika.

Dengan penambahan dua elemen ini, Buleleng kini bermahkotakan 18 unsur budaya yang diakui sebagai WBTB Indonesia. Dinas Kebudayaan berkomitmen untuk terus menjadi garda terdepan, tak hanya mengusulkan tradisi, tetapi juga memastikan warisan fisik seperti Cagar Budaya. “Saat ini, satu Cagar Budaya, yaitu Gereja Pantekosta, juga sudah hampir rampung menunggu SK Bupati,” jelasnya.

Menutup keterangannya, Wisandika menyerukan sebuah pesan menggugah: bahwa pelestarian kebudayaan adalah janji bersama.

“Kebudayaan harus digali, dikembangkan, disebarluaskan, dan dilestarikan—bukan hanya untuk kita, tetapi untuk nafas generasi penerus. Kita tidak ingin tarian sakral atau permainan tradisional ini hilang ditelan zaman,” tegasnya.

Komitmen ini diwujudkan dengan aktifnya Dinas Kebudayaan menggelar workshop dan sosialisasi, menjalin sinergi antara akademisi, sekolah, dan seluruh elemen masyarakat Buleleng. ***

Read more

Local News