PanenTalks, Gunungkidul – Pemerintah Kabupaten Gunungkidul kembali menginisiasi gerakan “Guyang Sapi Neng Tlogo, Gayuh Prayogo” atau “Memandikan Sapi di Telaga, Meraih Doa” sebagai upaya melestarikan tradisi lokal.
Kegiatan ini dilaksanakan pada Minggu, 25 Mei di Telaga Serpeng, Kalurahan Pacarejo, Kapanewon Semanu, dan dihadiri oleh Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih, bersama Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan serta instansi terkait lainnya.
Gerakan ini bertujuan untuk menghidupkan kembali budaya lama sekaligus meningkatkan kesadaran peternak akan pentingnya perawatan hewan secara berkala.
Bupati Endah Subekti Kuntariningsih menyatakan bahwa tradisi “guyang sapi” adalah praktik lama yang perlu digali kembali, dan ia mengakui bahwa sapi di Telaga Serpeng masih resisten untuk masuk ke telaga karena belum terbiasa.
Selain itu, Bupati juga menyoroti pentingnya kepercayaan peternak terhadap tenaga kesehatan hewan, karena masih banyak peternak yang ragu terhadap tindakan medis seperti vaksinasi.
Menanggapi hal ini, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul telah mengeluarkan dua kebijakan penting: Peraturan Bupati mengenai pengamanan penyakit hewan menular dan Peraturan Bupati tentang pemberian tali asih untuk ternak yang terdampak penyakit antraks dan penyakit menular lainnya.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Wibawanti Wulandari, menjelaskan bahwa pihaknya terus melakukan edukasi dan pelayanan melalui berbagai saluran, termasuk TP PKK, taruna tani, sekolah-sekolah, hingga puskeswan.
Bahkan, materi khotbah Jumat juga disusun sebagai media edukasi kolektif. Wibawanti menegaskan bahwa vaksinasi merupakan kewajiban untuk menjaga keamanan pangan dan mencegah wabah penyakit.
Ia juga mengapresiasi semangat para tenaga teknis di lapangan. Keberhasilan sapi dari Gunungkidul yang dipilih sebagai hewan kurban Presiden juga menjadi bukti kualitas peternakan lokal.
“Sapi dengan berat 1,1 ton dari Bandung, Playen, akan disembelih di Gedung Agung Yogyakarta.
Sapi seberat 960 kg disembelih di Balai Kota, dan satu lagi dari Ngawen, seberat 860 kg, disembelih di Jepitu. Semuanya berasal dari peternak lokal Gunungkidul,” tambah Wibawanti.
Kegiatan ini menjadi bukti bahwa tradisi, edukasi, dan inovasi dapat berjalan beriringan dalam menciptakan sistem peternakan yang sehat, produktif, dan membawa keberkahan bagi masyarakat. (*)
Editor: Rahmat