PanenTalks, Jakarta-Industri baja merupakan sektor strategis atau “mother of industry” karena menopang banyak sektor penting lainnya seperti konstruksi, otomotif, energi, dan manufaktur. Industri ini juga berperan penting dalam pembangunan infrastruktur dan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Dalam penutupan ISSEI 2025 di Jakarta, Jumat (23/5), Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza juga menyoroti capaian positif industri logam dasar nasional, yang tumbuh double digit sebesar 14,47 persen pada kuartal I tahun 2025.
Sementara itu, investasi di subsektor industri logam dasar, barang dari logam, bukan mesin dan peralatannya mencapai Rp67,3 triliun atau berkontribusi sekitar 14,5 persen dari total investasi nasional pada Januari – Maret 2025.
“Produksi baja kasar Indonesia juga mengalami peningkatan signifikan, mencapai 17 juta ton pada tahun 2024, yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-14 dunia di antara negara-negara produsen baja,” ungkapnya.
Guna mendukung pertumbuhan industri baja nasional yang berkelanjutan, Kemenperin telah meluncurkan berbagai kebijakan strategis. Kebijakan tersebut mencakup pengamanan perdagangan dan pengendalian impor guna melindungi industri dalam negeri dari praktik internasional yang tidak adil. Selain itu, pemerintah memperkuat penegakan dan perluasan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk meningkatkan kualitas serta daya saing produk baja nasional.
Promosi penggunaan produk dalam negeri juga terus berjalan, serta jaminan pasokan gas dengan harga bersaing melalui skema Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri yang kini semakin luas manfaatnya, termasuk oleh banyak perusahaan baja.
“Untuk mendorong investasi dan pengembangan industri, Kemenperin juga memfasilitasi pemberian insentif fiskal berupa tax allowance, tax holiday, dan penyusunan master list bahan baku strategis,” imbuhnya.
Selain itu, Kemenperin aktif mendorong produsen baja dalam negeri untuk menjalin kerja sama dengan Southeast Asia Iron and Steel Institute (SEASI), dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan menerapkan praktik sumber daya yang berkelanjutan. Langkah ini sangat penting dalam menghadapi tantangan akses pasar global, khususnya menyusul pemberlakuan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) oleh Uni Eropa.