PanenTalks, Yogyakarta – Para ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui Bidang Kajian Pengentasan Kemiskinan dan Ketimpangan (EQUITAS), Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB), bekerja sama dengan Aliansi Ekonom Indonesia (AEI), menggelar diskusi publik bertema “Tujuh Desakan Darurat Ekonomi” di Ruang Multimedia (T-103), Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.
Diskusi ini membahas langkah-langkah strategis penting untuk menangani berbagai persoalan perekonomian nasional yang semakin kompleks.
Dalam forum tersebut, Sekar Utami Setiastuti, Ph.D., dosen FEB UGM sekaligus panelis, menguraikan tujuh desakan yang menjadi sorotan para ekonom dan akademisi kepada pemerintah.
“Pertama, mendesak pemerintah memperbaiki secara menyeluruh misalokasi anggaran dengan menempatkannya pada program dan kebijakan yang proporsional. Kedua, menekankan pentingnya mengembalikan independensi dan transparansi institusi penyelenggara negara agar bebas dari intervensi pihak tertentu,” kata Sekar.
“Lalu desakan ketiga adalah menghentikan dominasi negara yang berisiko melemahkan perekonomian lokal, termasuk keterlibatan BUMN, TNI, dan Polri yang bisa menyingkirkan peran UMKM maupun sektor swasta,” ujarnya.
Lebih lanjut, desakan keempat menyoroti perlunya deregulasi kebijakan, penyederhanaan perizinan, dan pengurangan birokrasi yang selama ini menghambat iklim usaha dan investasi.
Selanjutnya, desakan kelima menempatkan penanganan ketimpangan dalam berbagai aspek sebagai prioritas utama. Desakan keenam menuntut kebijakan berbasis bukti dan proses teknokratis, serta penghentian program populis yang dapat mengganggu stabilitas fiskal.
Desakan terakhir menegaskan perlunya peningkatan kualitas institusi melalui pengembalian kepercayaan publik, perbaikan tata kelola demokrasi, dan pemberantasan praktik konflik kepentingan serta perburuan rente.
“Tujuh desakan ini merupakan bentuk seruan bersama para ekonom agar penyelenggara negara segera menindaklanjuti secara serius persoalan perekonomian yang dirasakan rakyat,” tutur Sekar menambahkan.
Sementara itu, Rizki Nauli Siregar, Ph.D., dosen sekaligus peneliti LPEM UI, menyoroti permasalahan produktivitas generasi muda Indonesia saat ini. “Lebih dari 25% anak muda di Indonesia tidak produktif, baik tidak bekerja maupun tidak sekolah, khususnya perempuan,” ungkapnya.
Menurut Rizki, kondisi ini dipengaruhi oleh misalokasi sumber daya yang masih besar serta lemahnya institusi penyelenggara negara akibat konflik kepentingan dan tata kelola yang tidak amanah.
Di sisi lain, Dr. Elan Satriawan dari FEB UGM menyampaikan bahwa desakan ini bisa menjadi momentum refleksi dan dorongan bagi semua pihak dalam memperkuat tata kelola ekonomi nasional.
Ia menegaskan bahwa kebijakan yang adil, transparan, dan berpihak pada masyarakat sangat dibutuhkan agar kesejahteraan bisa terwujud selaras dengan cita-cita kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berikut isi Tujuh Desakan Darurat Ekonomi
Desakan 1 : Perbaiki secara menyeluruh misalokasi anggaran yang terjadi dan tempatkan anggaran pada kebijakan dan program secara wajar dan proporsional.
Desakan 2 : Kembalikan independensi, transparansi, dan pastikan tidak ada intervensi berdasarkan kepentingan pihak tertentu pada berbagai institusi penyelenggara negara (Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pemeriksa Keuangan, Kejaksaan), serta kembalikan penyelenggara negara pada marwah dan fungsi seperti seharusnya.
Desakan 3 : Hentikan dominasi negara yang berisiko melemahkan aktivitas perekonomian lokal, termasuk pelibatan Danantara, BUMN, TNI, dan Polri sebagai penyelenggara yang dominan sehingga membuat pasar tidak kompetitif dan dapat menyingkirkan lapangan kerja lokal, ekosistem UMKM, sektor swasta, serta modal sosial masyarakat.
Desakan 4 : Deregulasi kebijakan, perizinan, lisensi dan penyederhanaan birokrasi yang menghambat terciptanya iklim usaha dan investasi yang kondusif.
Desakan 5 : Prioritaskan kebijakan yang menangani ketimpangan dalam berbagai dimensi.
Desakan 6 : Kembalikan kebijakan berbasis bukti dan proses teknokratis dalam pengambilan kebijakan serta berantas program populis yang mengganggu kestabilan dan prudensi fiskal (seperti Makan Bergizi Gratis, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, sekolah rakyat, hilirisasi, subsidi dan kompensasi energi, dan Danantara).
Desakan 7 : Tingkatkan kualitas institusi, bangun kepercayaan publik, dan sehatkan tata kelola penyelenggara negara serta demokrasi, termasuk memberantas konflik kepentingan maupun perburuan rente. (*)