Rabu, Juni 18, 2025

TWA Pulau Weh: Titik Nol Konservasi di Ujung Barat Negeri

Share

PanenTalks, Aceh — Di ujung barat Nusantara, saat laut biru memeluk karang dan burung migran menorehkan jejak langitnya, ada sebuah kawasan konservasi yang menyimpan lebih dari sekadar keindahan alam: Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Weh. Kawasan ini menjadi saksi dialog penting antara alam, kebijakan, dan masa depan konservasi Indonesia.

“Kawasan konservasi seperti TWA Pulau Weh harus memberikan dampak sosial ekonomi kepada masyarakat sekitar tanpa mengesampingkan prinsip konservasi,” kata Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Soeharto, dalam keterangannya, di Sabang, beberapa waktu lalu.

Wanita yang akrab disapa Titiek Soeharto ini lantas menyambungkan peran kawasan TWA Pulau Weh dalam mendukung target nasional 20 juta wisatawan mancanegara dan 275 juta wisatawan nusantara.

Tak hanya menawarkan panorama yang memukau, TWA Pulau Weh adalah ruang hidup bagi mamalia laut seperti lumba-lumba, jalur lintasan burung migran, dan hamparan terumbu karang yang memesona. Dari Tugu Kilometer Nol—ikon geografis dan spiritual Indonesia—hingga spot snorkeling Pulau Rubiah, semuanya menyatu dalam satu kawasan seluas 1.197 hektar daratan dan 5.280 hektar laut.

Di sisi lain, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, mendorong model pengembangan kawasan terpadu berbasis perhutanan sosial, atau Integrated Area Development (IAD).

“Masa kita nggak bisa kelola yang kecil-kecil begini? Ini ikon penting republik. Harus kita kelola bersama, secara adil, bahkan secara adat bila perlu,” ujar Raja Juli Antoni dalam diskusi di pelataran Tugu Kilometer Nol. Suaranya lantang, namun penuh ajakan kolaborasi antara pusat dan daerah.

Sementara itu, anggota Komisi IV DPR, Darori Wonodipuro, turut menyoroti pentingnya skema pendapatan dari kawasan konservasi.

“Saran saya, penerimaan diatur lewat Peraturan Pemerintah: 50% pusat, 30% kabupaten/kota, 20% provinsi. Ini agar pendapatan bisa kembali untuk kegiatan konservasi dan menghindari konflik antarlembaga,” ungkapnya.

Sejatinya, sejak ditetapkan melalui SK Menhut pada 14 Mei 2014, TWA Pulau Weh menyimpan potensi yang belum tergarap optimal. Penyelesaian penguasaan tanah melalui skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) menunjukkan bahwa kawasan ini tak hanya soal perlindungan alam, tetapi juga soal keadilan sosial.

Akses menuju TWA Pulau Weh kini tergolong mudah. Perjalanan bisa dimulai dari Banda Aceh ke Pelabuhan Ulee Lheue, dilanjutkan dengan kapal cepat menuju Pelabuhan Balohan di Pulau Weh, lalu diteruskan perjalanan darat selama kurang lebih 50 menit menuju Desa Iboih—pintu gerbang menuju surga bawah laut.

Spot diving dan snorkeling di Pulau Rubiah menjadi primadona, menyajikan keindahan bawah laut yang sulit dilupakan. Lumba-lumba kerap muncul di perairan tenang, seolah menyambut setiap kapal yang lewat.

Kunjungan kerja ini bukan sekadar agenda tahunan. Ia adalah bentuk pengakuan atas pentingnya konservasi sebagai pilar pembangunan. Dalam penutupan kunjungan, Menteri Kehutanan menyampaikan harapannya agar sinergi antarlembaga bisa menjadi fondasi kuat dalam menjaga kawasan-kawasan strategis seperti TWA Pulau Weh.

Konservasi bukan hanya menjaga alam, tapi juga menjaga harapan masyarakat. Harapan itu harus kita rawat bersama,” pungkas Raja Juli, menatap horison biru yang membentang tak berujung.

Read more

Local News