Kamis, Juni 19, 2025

Ubah Pola Konsumsi Masyarakat Kunci Redam Inflasi Pangan

Share

PanenTalks, Jakarta-Upaya pengendalian inflasi pangan tidak cukup hanya mengandalkan operasi pasar atau intervensi harga jangka pendek. Transformasi pola konsumsi masyarakat dinilai sebagai strategi jangka panjang yang sangat penting untuk meredam gejolak harga pangan.

Hal ini ditegaskan oleh Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Pangan Nasional (NFA), Andriko Noto Susanto dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar oleh Kementerian Dalam Negeri, Senin (5/5/2025).

“Kita tidak bisa hanya mengandalkan pasar diguyur. Masyarakat harus punya akses dan preferensi terhadap pangan yang beragam dan terjangkau,” ujar Andriko.

Ia menjelaskan, penguatan konsumsi pangan lokal merupakan pendekatan berkelanjutan yang mampu menahan tekanan inflasi, khususnya dari komoditas pangan bergejolak (volatile food).

Langkah ini, menurutnya, juga sejalan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2025 yang mendorong kepala daerah untuk memperkuat ketahanan pangan, termasuk melalui diversifikasi konsumsi dan produksi pangan lokal.

Andriko memaparkan data dari Badan Pusat Statistik yang menunjukkan tingginya konsumsi beras masyarakat Indonesia, yakni mencapai 90,6 kilogram per kapita per tahun. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia (78,2 kg), Jepang (50,8 kg), dan Korea Selatan (53,5 kg). Di sisi lain, konsumsi umbi-umbian yang kaya karbohidrat masih sangat rendah, hanya 3,26 kilogram per kapita per tahun menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2022.

“Kondisi ini menunjukkan bahwa pilihan pangan masyarakat masih sangat sempit. Padahal, kita punya potensi besar di pangan lokal seperti jagung, sagu, sorgum, dan talas,” tambahnya.

Sebagai bentuk intervensi nyata, NFA telah menjalankan program Desa B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman) yang menyasar rumah tangga di tingkat desa untuk mendorong perubahan pola konsumsi. Program ini telah menjangkau 800 titik lokasi sepanjang 2025.

“Kita tidak bicara pengganti beras, tapi penyanding beras. Ada banyak sumber karbohidrat dan gizi yang bisa dimaksimalkan,” tegas Andriko.

Melalui pendampingan, pelatihan, dan penyuluhan berbasis pangan lokal, masyarakat didorong untuk mengolah dan mengonsumsi bahan pangan sesuai potensi daerah masing-masing. Selain itu, NFA juga memperkuat kerja sama lintas sektor dengan TP PKK, pemerintah daerah, pelaku UMKM, dan perguruan tinggi guna memperluas kampanye pangan lokal, baik secara luring maupun daring.

“Diversifikasi konsumsi harus berjalan seiring dengan diversifikasi produksi. Tidak bisa hanya mengubah selera, tapi juga memastikan pasokannya ada,” katanya.

Menurut Andriko, stabilitas harga pangan yang berkelanjutan bergantung pada sejauh mana masyarakat diberi ruang untuk membentuk budaya konsumsi yang lebih sehat dan beragam.

“Kalau hanya mengandalkan intervensi pasar, inflasi akan terus berulang. Tapi kalau pola konsumsi masyarakat berubah, ketahanan pangan kita akan jauh lebih kokoh,” ujarnya.

Senada dengan itu, Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menegaskan bahwa diversifikasi pangan merupakan bagian penting dalam membangun ketahanan pangan nasional.

“Jadi selain intensifikasi dan ekstensifikasi, diversifikasi pangan juga harus terus didorong oleh semua pihak dalam kerangka mewujudkan swasembada pangan berkelanjutan, yang berbasis pada kemandirian dan kedaulatan pangan,” pungkas Arief.

Read more

Local News