PanenTalks, Yogyakarta – Kota Yogyakarta kembali menghadapi krisis pengelolaan sampah yang makin memprihatinkan. Terbatasnya kapasitas Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan sejak Agustus 2025 membuat penumpukan sampah tak terhindarkan di sejumlah depo. Kondisi ini mendorong Pemerintah Kota Yogyakarta menetapkan status darurat sampah.
Menghadapi situasi tersebut, Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, mengambil langkah cepat dan tegas. Ia meminta seluruh dinas dan OPD di lingkungan Pemkot Yogyakarta turun langsung menangani masalah ini.
“Semua dinas jadi dinas sampah dulu, karena ini kondisi darurat,” kata Hasto, Rabu, 17 September 2025).
Hasto menjelaskan bahwa krisis ini terjadi karena keterbatasan daya tampung TPST Piyungan yang hanya menerima 600 ton sampah per bulan. Sementara itu, produksi sampah harian di Kota Yogyakarta mencapai 300 ton.
Sebelumnya, Kota Yogyakarta masih bisa mengirim sampah secara normal ke TPST hingga Juli 2025, namun sejak Agustus jumlah tersebut dipangkas drastis.
“Mulai Agustus sampai akhir tahun kita hanya dijatah 2.400 ton selama empat bulan, sebulan hanya 600 ton. Ini yang menjadi over di depo,” ucapnya.
“Ini kondisi cukup darurat, karena memang begitu Piyungan hanya bisa menerima 600 ton sebulan sedangkan kita produksi 300 ton sehari,” ujar Hasto menambahkan.
Seiring dengan keterbatasan pengiriman ke TPST, penumpukan sampah mulai terlihat di sejumlah titik, seperti di depo Jalan Brigjen Katamso dan kawasan depan Stadion Mandala Krida. Gunungan sampah yang tak tertangani ini menjadi sorotan masyarakat dan mencerminkan perlunya penanganan ekstra.
Sebagai bagian dari solusi, Pemkot Yogyakarta meluncurkan inisiatif pemilahan sampah sejak dari rumah. Salah satunya adalah pembagian ember khusus kepada warga untuk memisahkan sampah organik dari jenis sampah lainnya.
“Saat ini, sisa makanan dapur sehari dari Kota Jogja hampir 100-125 ton. Mulai dari rumah makan, angkringan, dan sebagainya. Kami ingin menyelamatkan itu untuk dipilah dengan cara membagikan ember, tidak jadi satu dengan sampah lain,” tutur Wali Kota.
“Kami akan membagikan ember ke warga, kemudian kita ambili sampah dan tidak dibawa ke depo. Karena sisa makanan itu ada yang bisa dimanfaatkan untuk ternak, budidaya maggot, dan sebagainya,” ujar Hasto.
Wali kota juga menekankan bahwa sebagian besar sampah organik di kota berasal dari sisa makanan yang sebenarnya masih dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu, pemilahan di tingkat rumah tangga menjadi bagian penting dalam pengendalian krisis sampah saat ini.
Tidak hanya itu, Hasto juga menginstruksikan penguatan pengumpulan sampah langsung dari rumah-rumah warga. Aparat Satpol PP, Linmas, serta tenaga dari berbagai dinas akan dikerahkan untuk melakukan penjemputan khususnya untuk sampah organik basah.
“Kami akan mengarahkan Satpol PP, Linmas, dan tenaga yang ada untuk bergerak jemput sampah ke rumah, khusus sampah organik basah,” katanya lebih lanjut.
Sebagai dukungan teknis, Pemkot mengerahkan sekitar 1.200 penggerobak yang dilengkapi dengan fasilitas tambahan berupa ember 25 kilogram.
“Satu gerobak kami kasih dua ember. Kalau dulu kan penggerobak belum ada embernya, sekarang ada embernya supaya sampah organik basah masuk ember. Tidak masuk ke depo,” katanya. (*)