Senin, Juli 28, 2025

Yogyakarta Kuatkan Budaya Lokal Lewat Kompetisi Bahasa Sastra

Share

PanenTalks, Yogyakarta – Taman Budaya Embung Giwangan menjadi tempat Kompetisi Bahasa dan Sastra Tahun 2025, berlangsung selama tiga hari, hingga Kamis (3/7) mendatang. Ajang tahunan ini tak sekadar kompetisi biasa, melainkan denyut nadi vital dalam upaya menjaga dan mengembangkan kekayaan budaya lokal.

Pemerintah Kota Yogyakarta melalui acara ini memiliki harapan besar: menumbuhkan kembali gairah akan bahasa dan sastra Jawa di tengah masyarakat. Lebih dari itu, kompetisi ini dirancang sebagai wadah ekspresi budaya yang inklusif dan berkelanjutan, sekaligus benteng kokoh untuk memperkuat identitas budaya lokal di tengah arus modernisasi.

Kepala Bidang Sejarah, Permuseuman, Bahasa, dan Sastra Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Andrini Wiramawati, menegaskan bahwa kompetisi ini bukanlah barang baru. “Ini adalah agenda tahunan yang telah kami selenggarakan sejak 2019,” ujarnya, “dan telah menjadi salah satu kegiatan strategis untuk memperkuat nilai-nilai budaya di tengah masyarakat.”

Peserta lomba alih aksara. (dok:pemkotyogya)

Ia juga menekankan betapa krusialnya pelestarian bahasa, sastra, dan aksara Jawa sebagai pondasi identitas dan peradaban, terutama di kalangan generasi muda yang akan menjadi penerus.

“Bahasa itu ibarat sungai yang mengalirkan pesan leluhur, sastra adalah angin yang membawa hikmah dari generasi ke generasi, dan aksara adalah jejak yang ditinggalkan masa lampau agar kita tidak lupa dari mana kita berasal,” ujar Andrini.

Ia juga menyampaikan bahwa di Yogyakarta, pelestarian budaya bukan hanya menjadi kewajiban moral, tetapi juga bagian dari strategi kebudayaan yang nyata. Tutur santun, sastra, dan aksara Jawa merupakan warisan yang harus terus dihidupkan melalui berbagai media, termasuk ruang-ruang kompetisi.

Salah satu peserta lomba, Aleser Ghaizan Altaf, siswa SD Muhammadiyah Sapen. (dok:pemkotyogya)

“Kami menyadari bahwa tantangan pelestarian bahasa dan sastra Jawa cukup besar, mengingat kuatnya pengaruh budaya luar terhadap anak-anak dan remaja saat ini. Namun demikian, animo yang tinggi terhadap kegiatan ini membuktikan bahwa semangat untuk menjaga dan menghidupkan kembali budaya daerah masih sangat kuat di kalangan masyarakat,” pungkasnya.

Tahun ini, kompetisi diikuti oleh 186 peserta finalis dari berbagai kategori usia, yaitu anak-anak, remaja, dewasa, dan umum. Beberapa bidang yang pertandingkan mencakup macapat, maca geguritan, maca cekak, alih aksara, sesorah, mendongeng, dan pranatacara. Seluruh peserta sebelumnya telah mengikuti tahap seleksi awal melalui pengiriman video pada bulan Juni.

Salah satu peserta yang turut memeriahkan Kompetisi Bahasa dan Sastra Tahun 2025 adalah Aleser Ghaizan Altaf, siswa dari SD Muhammadiyah Sapen, Yogyakarta. Tahun ini, Aleser mengikuti cabang lomba maca geguritan, setelah pada tahun sebelumnya ia mengikuti kategori maca cekak dan berhasil meraih Juara Harapan I.

“Saya suka geguritan karena kata-katanya indah dan banyak mengajarkan nilai-nilai baik. Tapi yang sulit itu saat harus menghayati isinya dan mengekspresikannya dengan baik di depan juri,” ungkap Aleser.

Keikutsertaan Aleser dalam kompetisi ini bukan tanpa bekal. Sejak duduk di kelas 2 SD, ia sudah mulai belajar membaca geguritan. Kini, menjelang masuk kelas 5 SD, ia merasa lebih percaya diri untuk menantang dirinya tampil di cabang lomba yang berbeda dari sebelumnya.

Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta juga menyiapkan total hadiah sebesar Rp 75 juta, serta trofi dan sertifikat penghargaan bagi para pemenang di setiap kategori.

Penjurian dilakukan oleh tokoh-tokoh budaya dan sastra yang berkompeten, di antaranya: Landung Simatupang, Suwardi Endraswara, Romo Prodjo Suwasana, serta sejumlah sastrawan dan pegiat komunitas aksara di Yogyakarta. (*)

Editor: Rahmat

Read more

Local News