PanenTalks, Serpong – Teknologi iradiasi pangan dinilai memiliki potensi besar untuk mendukung program strategis nasional, termasuk program makan bergizi gratis (MBG), logistik bencana, dan ketahanan pangan.
“Program pemerintah yang berfokus pada Standar Pelayanan Minimal (SPM), seperti makan bergizi, sekolah rakyat, dan pemeriksaan kesehatan gratis, merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kualitas masyarakat,” ujar Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, saat memaparkan potensi pemanfaatan iradiasi pangan dalam mendukung program gizi nasional pada Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Aplikasi Iradiasi Pangan untuk Mendukung Ekspor Produk Pertanian Indonesia”, beberapa waktu lalu di Auditorium Gedung 720, Kawasan Sains dan Teknologi (KST) B.J. Habibie, Serpong.
Menurut Dadan, tantangan terbesar dalam program makan bergizi gratis adalah bagaimana BRIN dapat menghasilkan produk olahan yang mampu bertahan minimal dua hingga tiga hari agar tetap layak konsumsi. “Tantangan ini sangat penting, terutama pada bulan Ramadhan, ketika makanan harus diolah sedemikian rupa agar tetap segar hingga sore hari,” jelasnya.
Ia juga mempertanyakan apakah terdapat perbedaan komposisi gizi antara makanan yang diiradiasi dengan yang tidak. “Jika tidak ada perbedaan dan teknologi ini aman, saya kira hal ini positif. Apabila ada edukasi kepada masyarakat bahwa teknologi ini aman, maka iradiasi dapat dimanfaatkan dalam program makanan bergizi,” tambah Dadan.
Deputi Bidang Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN, R. Hendrian, menegaskan bahwa pemanfaatan radiasi pangan tidak hanya terbatas pada ekspor, tetapi juga dapat menunjang MBG dan logistik saat bencana. “Dengan pemanfaatan yang tepat, radiasi pangan mampu memberikan kontribusi nyata bagi ketahanan pangan dan penanganan darurat secara efektif,” ujarnya.
Anggota Dewan Pengarah BRIN, Tri Mumpuni, mengaitkan teknologi ini dengan kedaulatan pangan. “Teknologi iradiasi harus diarusutamakan karena dapat menjadi fondasi kedaulatan dan ketahanan pangan nasional,” tegasnya.
Kepala ORTN BRIN, Syaiful Bakhri, menjelaskan bahwa proses iradiasi dilakukan di fasilitas Irradiator Gamma Merah Putih (IGMP) di Serpong dengan memanfaatkan sinar gamma dosis tertentu untuk meningkatkan keamanan pangan dan memperpanjang masa simpan. “Produk yang telah diiradiasi diberi label radura dan aman dikonsumsi,” jelasnya.
Dari sisi regulasi, Direktur Perizinan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif BAPETEN, Asep Saefulloh Hermawan, menekankan pentingnya perizinan konstruksi dan operasi fasilitas iradiator untuk menjamin keamanan penggunaan teknologi.
Direktur Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan BAPANAS, Yusra Egayanti, menilai teknologi ini berperan penting dalam menjaga ketahanan pangan. Kepala unit SDU Energi dan Industri PT Biro Fasifikasi Indonesia (BFI), R. Sabto Agung Pramusintong, memaparkan kesiapan fasilitas iradiator di Indonesia, sementara Nurul Fathiajana dari PT Oneject Indonesia menjelaskan fasilitas e-beam yang dimiliki perusahaannya.
FGD ini diharapkan menghasilkan penguatan regulasi dan pengawasan iradiasi pangan, perumusan peta jalan pengembangan infrastruktur iradiasi di Indonesia, peningkatan pemahaman pelaku usaha dan regulator, kolaborasi lintas sektor, serta komitmen kerja sama antara lembaga riset, industri, dan regulator.