Sabtu, September 27, 2025

Jawab Krisis Global, Indonesia Berpotensi Besar di Industri Surimi

Share

PanenTalks, Sleman – Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan surimi sebagai solusi atas persoalan pangan dunia. Pengamat pangan dari UGM Ustadi menyebut Indonesia sesungguhnya punya peran penting mengatasi krisis.

Krisis pangan saat ini melanda sejumlah negara di Afrika dan beberapa wilayah lain di dunia. Laporan The State of Food Security and Nutrition in the World menyebutkan bahwa pada tahun 2023, sekitar 733 juta orang di dunia mengalami kelaparan.

Kondisi ini memperlihatkan tantangan serius dalam ketahanan pangan global, yang sebagian besar disebabkan kenaikan harga pangan. Akibatnya, banyak penduduk kesulitan mendapatkan pangan yang cukup.

Kenaikan harga pangan secara global ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi yang pesat di beberapa negara meningkatkan konsumsi dan permintaan, sementara produksi pangan belum mampu mengikuti laju tersebut.

Hambatannya antara lain perubahan iklim ekstrem, berkurangnya kualitas dan daya dukung lahan, serta alih fungsi lahan pertanian untuk sektor lain.

Prof. Dr. Ir. Ustadi, M.P, Guru Besar Bidang Ilmu Perikanan Fakultas Pertanian UGM, menilai Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan surimi sebagai solusi atas persoalan pangan dunia.

Surimi, yang berasal dari bahasa Jepang berarti daging ikan yang dilumatkan, merupakan produk olahan ikan yang dapat mempertahankan mutu melalui pengolahan dan pengawetan.

“Ikan merupakan bahan makanan yang mudah rusak (perishable). leh karena itu perlu mempertahankan mutu di antaranya melalui pengolahan dan pengawetan,” kata Ustadi.

Indonesia kaya akan sumber daya laut yang melimpah dan berperan penting dalam memenuhi permintaan surimi dunia, terutama dari negara-negara dengan konsumsi seafood tinggi seperti Jepang, China, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.

“Ketersediaan bahan baku dari hasil tangkapan ikan laut di Indonesia bagian timur belum banyak dimanfaatkan,” kata dia menambahkan.

Selain ikan laut, berbagai jenis ikan yang tersebar di seluruh Wilayah Pengelolaan Ikan seperti Layang, Belanak, Baronang, Kuniran, dan Kembung juga potensial diolah menjadi surimi.

“Beberapa ikan air tawar yang telah dibudidayakan seperti gurame, patin, nila, karper dan lele juga punya potensi untuk dijadikan surimi, meskipun mutu tidak sebaik ikan laut,” ujarnya.

“Akan tetapi mutu surimi tersebut dapat ditingkatkan menggunakan teknologi pengolahan pangan seperti penambahan agen inhibitor protease, enzim transglutaminase, agen gelasi antara lain agar-agar, karagenan, alginat, putih telur, CaCO3, krioprotektan berupa nanokitosan dan kombinasi jenis ikan,” kata dia lagi.

Saat ini, pengolahan tradisional seperti penggaraman, pengasapan, dan perebusan masih umum digunakan oleh masyarakat pesisir karena caranya sederhana dan biaya murah.

Sementara itu, pengolahan modern meliputi pembekuan, pengalengan, dan teknologi pencucian daging ikan untuk pembuatan surimi sudah mulai diterapkan oleh industri besar.

Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan, sekitar 45 persen hasil perikanan Indonesia diolah dengan cara tradisional, 40 persen menggunakan teknologi modern seperti pembekuan dan pengalengan, dan sisanya 15 persen merupakan produk olahan lanjutan termasuk surimi.

Oleh sebab itu, pengembangan teknologi pengolahan dan pengawetan yang efisien dan merata menjadi sangat penting untuk mendukung ketahanan pangan serta meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir.

“Surimi menjadi salah satu komoditas ekspor utama, dengan sentra produksinya tersebar di wilayah seperti Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Lampung, yang memiliki akses terhadap pasokan ikan pelagis kecil dan ikan demersal,” kata Ustadi.

“Tingginya nilai tambah dari produk olahan modern menunjukkan pentingnya peningkatan kapasitas teknologi pengolahan di Indonesia guna mendorong daya saing industri perikanan nasional,” ucapnya.

Mengenai peluang dan tantangan, Ustadi menyebutkan bahwa sebagai negara kepulauan terbesar kedua di dunia, Indonesia memiliki sumber daya ikan yang besar dan prospek untuk memenuhi kebutuhan protein bergizi bagi masyarakat sendiri sekaligus menyumbang bagi pasar global.

Dengan produksi ikan mencapai 12,94 juta ton per tahun, separuhnya dari hasil penangkapan dan sisanya dari budidaya, potensi budidaya masih sangat besar karena baru 17 persen lahan potensial yang dimanfaatkan.

“Kurang lebih seperempat dari produksi tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan selebihnya diperdagangkan khususnya ekspor,” kata dia memungkasi. (*)

Read more

Local News