PanenTalks, Yogyakarta – Pengadaan seragam sekolah mendapat sorotan dari Jogja Corruption Watch (JCW). Praktik yang muncul setiap menjelang tahun ajaran menjadi ladang keuntungan terselubung sejumlah sekolah, khususnya sekolah negeri. JCW meminta Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk bertindak tegas.
“Jelas modus kongkalikong ini jamak terjadi di lembaga satuan pendidikan terutama pada sekolah negeri. Tetapi hanya segelintir orang tua siswa yang berani protes,” kata Deputi Bidang Pengaduan Masyarakat JCW, Baharuddin Kamba, dalam keterangan tertulis, Senin, 14 Juli 2025.
“Orang tua siswa rata-rata idak berani protes dengan berbagai macam alasan, misalnya tidak mau repot,” ujarnya lagi.
Memaksa Wali Murid
Menurut JCW, sekolah yang melakukan praktik curang biasanya menggandeng pelaku bisnis baju tertentu. Selanjutnya wali murid wajib membeli seragam melalui jalur yang sudah ditentukan sehingga sekolah bisa menerima ‘persenan’.
“Jogja Corruption Watch (JCW) menilai pengadaan seragam pada tahun ajaran baru seperti saat ini merupakan modus yang sering dijumpai di sekolah untuk mencari untung. Sekolah bekerja sama dengan penjual baju tertentu agar dapat persenan,” ujar Baharuddin.
Atas temuan ini, JCW mendesak Dinas Pendidikan, baik di tingkat Provinsi DIY maupun kabupaten/kota, agar memberikan sanksi kepada sekolah. Terutama sekolah yang terbukti menjual seragam secara wajib kepada wali murid.
Tak hanya itu, JCW juga menyoroti lemahnya pengawasan oleh kementerian dan dinas pendidikan. Lembaga terkait seperti melakukan pembiaran terhadap pelanggaran aturan.
“Kementerian terkait harus menindak tegas kepada dinas yang melakukan pembiaran terhadap sekolah-sekolah terutama negeri yang tidak taat pada aturan,” katanya.
“Melakukan pembiaran terhadap kebijakan, itu juga merupakan bagian dari pelanggaran,” tegas Baharuddin.
Banyaknya Jenis Seragam Jadi Sorotan
Selain persoalan dugaan pungli, JCW juga menyoroti banyaknya jumlah jenis seragam yang diwajibkan sekolah. Hal ini kian memberatkan, terutama bagi wali murid dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
“JCW memandang banyaknya jenis seragam dan biaya yang tinggi sehingga sangat membebani orang tua wali murid terutama yang berpenghasilan rendah,” ucapnya.
Terkait hal ini, JCW mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kembali kebijakan dalam Peraturan Gubernur DIY Nomor 13 Tahun 2023. Khususnya Pasal 20 yang mengatur soal jumlah seragam khas sekolah.
“JCW meminta kepada Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta meninjau ulang peraturan tentang seragam sekolah dan harus ada pembatasan jumlah seragam. Untuk seragam khas atau identitas sekolah yang biasanya berupa batik tidak boleh lebih dari satu. Jika lebih dari satu, maka melanggar aturan,” jelasnya.
JCW juga mengingatkan kebijakan pemakaian banyak seragam tidak ada kaitannya langsung dengan peningkatan kualitas pendidikan siswa. Karenanya, pengawasan oleh dinas pendidikan dan kepala daerah harus serius, tidak sebatas pada kegiatan seremoni penerimaan siswa baru.
“Perlu bagi dinas pendidikan dan kepala daerah melakukan pengawasan dan sanksi tegas bagi sekolah negeri yang melakukan pelanggaran. Jangan hanya mengikuti acara seremonial penerimaan murid baru tetapi perlu ada pengawasan terhadap jual beli seragam,” tegas Baharuddin.
Sebagai langkah konkret, JCW membuka kanal pengaduan bagi masyarakat yang menemukan praktik jual beli seragam yang melanggar aturan di sekolah negeri.
“JCW membuka kanal aduan bagi warga yang menemukan praktik jual beli seragam di sekolah negeri yang melanggar aturan. Masyarakat bisa mengirim aduan dengan bukti yang mendukung ke nomor WA 0821 3832 0677,” ujarnya. (*)