PanenTalks, Jakarta-Pemerintah merespons temuan Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri terkait peredaran beras premium yang tidak sesuai dengan mutu dan label kemasan.
Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi menegaskan, langkah yang diambil bersifat ultimum remedium, yaitu tidak dengan penarikan produk, melainkan penyesuaian harga.
“Tidak ada beras yang ditarik, hanya harganya cukup disesuaikan dengan kualitas dalam kemasannya. Kalau broken-nya 20 persen, ya harganya di antara Rp12.500 sampai Rp14.900 untuk Zona 1,” ujar Arief, dalam keterangan resminya.
Ia menyebut beberapa ritel sudah mulai menurunkan harga sekitar Rp1.000 per kemasan 5 kilogram, dan ritel lain akan diminta melakukan hal yang sama. “Saya sudah bicara langsung ke pelaku ritel, harga harus turun sesuai mutu berasnya,” tegasnya.
Data Panel Harga Pangan NFA per 25 Juli menunjukkan penurunan rerata harga beras nasional. Beras premium di Zona 1 turun dari Rp15.488 menjadi Rp15.458 per kg. Zona 2 turun dari Rp16.555 ke Rp16.552, dan Zona 3 dari Rp18.225 menjadi Rp18.114 per kg. Harga beras medium juga menunjukkan tren serupa.
Arief menjelaskan, langkah ultimum remedium ini penting agar stok tidak ditarik dari pasaran. “Kalau broken rice-nya 25 persen, harganya harus menyesuaikan. Lebih baik dijual murah daripada ditarik,” katanya.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyuarakan hal senada. “Tidak ditarik, cukup turunkan harga sesuai isi. Jangan bohongi konsumen,” ujar Zulhas.
Satgas Pangan Polri menemukan tiga produsen yang menjual beras premium tidak sesuai standar mutu. “Kalau disebut premium, kadar air maksimal 14 persen dan broken rice maksimal 15 persen. Label harus sesuai isi,” jelas Arief.
Ia menambahkan, hingga kini tidak ditemukan zat kimia berbahaya dalam produk-produk tersebut. Fokus utama adalah kesesuaian mutu dan label. Pemerintah juga mengimbau masyarakat mengecek izin edar PSAT secara mandiri melalui laman sipsat.badanpangan.go.id.