PanenTalks, Jakarta-Masyarakat suku Jawa sejak lama memiliki kebiasaan membuat tumpeng untuk kenduri atau merayakan peristiwa penting, seperti kelahiran, ulang tahun, atau berbagai acara syukuran.
Kini, hampir seluruh rakyat Indonesia mengenal tumpeng. Bentuknya yang kerucut tidak hanya indah, tetapi sarat makna. Falsafah tumpeng berkaitan erat dengan kondisi geografis Pulau Jawa yang dipenuhi gunung berapi. Tradisi ini berakar dari kepercayaan purba yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam para leluhur.
Seiring perkembangan budaya, bentuk kerucut tumpeng dipengaruhi kebudayaan Hindu sebagai simbol Gunung Mahameru, tempat tinggal para dewa-dewi.
Setelah Islam masuk ke Jawa, tumpeng diadopsi dalam tradisi Islam Jawa dan dikaitkan dengan filosofi doa. Dalam bahasa Jawa, TUMPENG kerap dimaknai sebagai akronim Tumindak Luhur, Manembah Pangeran, Entuk Nugraha Gusti, yang berarti “berbuat luhur, menyembah Tuhan, dan mendapat anugerah-Nya.”
Ada pula filosofi rakyat yang mengaitkan tumpeng dengan pepatah “yen metu kudu sing mempeng” (bila keluar harus sungguh-sungguh) dan “yen mlebu kudu sing kenceng” (bila masuk harus sungguh-sungguh), yang mengandung makna tekad dan kesungguhan hati.
Makna simbolis tumpeng terlihat jelas pada tiap bagiannya. Misalnya, bentuk kerucut: Gunung suci, lambang hubungan spiritual dan cita-cita tinggi. Kemudian, Nasi kuning: Warna kuning melambangkan kemakmuran, kekayaan, dan kesucian, sebagai rasa syukur atas karunia. Selanjutnya, lauk-pauk: Ayam melambangkan keberanian, telur melambangkan kesuburan, urap melambangkan kesederhanaan, dan biasanya jumlahnya tujuh macam—dalam bahasa Jawa “pitu” yang dimaknai sebagai “pitulungan” atau pertolongan.
Namun, ada kesalahan umum yang masih sering terjadi. Banyak orang memotong tumpeng secara horizontal dari atas, padahal bagian atas melambangkan Tuhan dan bagian bawah melambangkan hamba-Nya.
Tradisi tumpeng juga menjadi bagian perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI, khususnya di Jawa untuk mendoakan keselamatan negara.
Dalam perayaan 17 Agustus, kreativitas kerap berkembang melalui lomba menghias tumpeng. Kadang lauknya dibuat unik sesuai tema kemerdekaan, tapi tetap menjaga makna tradisinya.
Tumpeng bukan sekadar sajian, tetapi sebuah simbol doa, rasa syukur, dan persatuan. Dari hajatan keluarga hingga peringatan HUT RI, tradisi ini terus hidup, menyatukan rasa kebersamaan lintas generasi.